UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Disiplin Kunci Sukses Dunia Akhirat

  


Suatu hari seorang motivator yang juga merupakan trainer mengajukan proposal ke perusahaan Jepang yang beroperasi di İndonesia. İa menawarkan pelatihan untuk meng-upgrade karyawan.

Program pelatihan yang diajukan berupa soft skill seperti kerja sama, disiplin, dan ketrampilan non teknis lainnya. Program-program yang biasa ia tawarkan ke perusahaan-perusahaan lainnya.

Bos perusahaan Jepang membaca program training yang ditawarkan. Dengan heran ia bertanya. Mengapa perusahaan harus membayar hal yang mendasar dan seharusnya sudah selesai di pribadi karyawan masing-masing?

Bagi bangsa Jepang, bekerja adalah kebanggaan dan kehormatan. Jepang memiliki beberapa keistimewaan pada budaya tertentu. Anak-anak Jepang sudah dididik dengan ketat untuk budaya-budaya dasar.

Lihat saja dalam budaya disiplin kebersihan. Seorang wartawan pernah menceritakan saat melihat orang Jepang yang tampilannya seperti preman sedang mengunyah permen karet. Sisa permen karet ia bungkus lagi dengan kertas lalu di masukkan ke dalam kantongnya.

Si "Preman" tidak mau membuang sisa permen karet di sembarang tempat. Selama belum bertemu tempat sampah, ia rela mengantongi bekas permen karetnya.

Wartawan yang melihatnya mengomentari bahwa yang tampilan "preman" saja sangat disiplin menjaga kebersihan. Apalagi yang tampilannya rapi dan klimis, tentu lebih disiplin.

Lihatlah budaya Jepang dalam mengantri. Mereka menghormati orang-orang yang berada di depan lebih dahulu. mereka tidak mau menyerobot barisan untuk mendapatkan kesempatan lebih cepat.

Negara-negara yang pelajaran disiplin dalam antrian tidak diajarkan sejak belia bisa dilihat ciri-cirinya di jalan raya. Tulisan "belok kiri jalan terus" di perempatan lampu merah seperti tidak berguna.

Kendaraan yang datang belakangan tidak mau mengantri lampu merah di belakang. Mereka juga ingin berada di depan agar bisa segera jalan setelah lampu hijau. Mereka berhenti di sebelah kiri jalan yang seharusnya menjadi lintasan untuk kendaraan yang akan belok ke kiri.

Ketidakdisiplinan mengantri ini tentu merugikan kendaraan yang ingin belok kiri. Jalanan jadi macet dan berisik dengan klakson.

Kedisiplinan orang Jepang diakui oleh bangsa-bangsa lain. Wajar jika bos perusahaan Jepang heran dengan training-training yang menawarkan program atau budaya yang sudah diajarkan di sekolah dasar Jepang.

Melihat tanggapan bos Jepang, motivator yang menawarkan training kapok. İa mengatakan bahwa ia tidak mau lagi menawarkan program pelatihan kepada perusahaan yang berasal dari Jepang.

Untuk apa menawarkan program pelatihan disiplin kepada bangsa Jepang. Seperti mengajar buaya belajar berenang. Sudah lebih hebat daripada pengajarnya.

Perusahaan-perusahaan yang besar biasanya memiliki budaya kerja yang kuat. Dengan karyawan yang berkualitas, mereka bisa mengawal kinerja sesuai dengan budaya perusahaan.

Bagi perusahaan yang sudah mapan, mendapatkan karyawan yang berkualitas tentu lebih mudah. Dengan tawaran gaji yang tinggi, ribuan bahkan ratusan ribu para pencari kerja datang melamar.

Banyaknya yang melamar pekerjaan memudahkan perusahaan memilih orang-orang terbaik. Dengan melihat sertifikat penghargaan prestasi, serta hasil tes psikologi, orang-orang yang tangguh, disiplin, dan bermotivasi tinggi dapat diketahui.

Banyaknya orang yang menginginkan bekerja di perusahaan juga membuat perusahaan memiliki bargaining yang kuat terhadap karyawannya. Karyawan yang tidak disiplin atau cenderung sulit diajak bekerja dengan optimal dapat diganti dengan orang lain kapan pun. Banyak yang mau menggantikan.

Salah satu kunci sukses seseorang adalah disiplin. Pekerjaan yang besar akan berunjung tuntas jika dikerjakan dengan disiplin. Sebaliknya pekerjaan seremeh apapun, tanpa kedisiplinan tidak akan beres-beres.

Belajar dari tradisi di Jepang, disiplin sebenarnya mudah. Disiplin itu ringan asalkan diajarkan sejak muda.

Terkadang orang tua lalai mengajarkan kedisiplinan dengan alasan kasihan. Padahal lebih kasihan lagi jika mereka besar dan tidak mampu beramal dengan disiplin.

Ketidaktegaan menerapkan kedisiplinan kepada anak memang sering terjadi. Untungnya anak-anak penulis memilih belajar di pesantren. Penulis tidak perlu repot-repot membuat program disiplin. Di Pesantren mau tidak mau mereka harus disiplin.

Di pesantren anak-anak harus mengurus baju, buku-buku, dan membereskan tempat tidur secara mandiri. Bagaimana tidak disiplin sedangkan tidak ada orang tua yang selama ini diandalkan.

Di pesantren juga ada tugas harian untuk setiap santri. Ada yang mendapat tugas menyapu ruangan. Ada yang mendapat tugas menyediakan peralatan makan. Ada yang menyambut dan menyediakan teh untuk tamu dan tanggung jawab lainnya.

Penulis pernah membaca bahwa anak yang setiap hari di suruh menyapu memiliki beberapa keistimewaan. Biasanya mereka memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi daripada anak-anak yang tidak mendapat tugas harian.

Mereka juga terbiasa mengerjakan pekerjaan sampai tuntas. Karena terbiasa menyapu sampai selesai, saat sudah dewasa, mereka akan mengerjakan semua pekerjaannya sampai selesai.

Tentu begitu juga dengan efek dari tugas-tugas harian rumah tangga lainnya seperti mencuci piring. Rasanya tidak enak jika belum tuntas dikerjakan.

Menyerahkan pekerjaan kepada pembantu tentu boleh-boleh saja. Asalkan anak-anak memiliki program kedisiplinan lainnya.

Pentingnya program melatih disiplin juga disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau bersabda:

Amal (kebaikan) yang paling dicintai Allah adalah yang rutin meski sedikit. (HR Muslim)

Jika seorang anak sudah dirutinkan untuk melakukan amal, maka itu akan membentuk karakternya. Tidak apa-apa bersedekah sedikit, asalkan rutin maka itu akan menjadi karakternya.

Daripada mengajak anak bersedekah banyak tetapi hanya sekali. İa akan lupa untuk bersedekah dan tidak terbiasa melakukannya.

Amal yang dilakukan secara rutin setiap hari disebut dengan wirid. Ciri-ciri amalan tersebut sudah menjadi wirid adalah pelakunya merasa tidak nyaman jika tidak melakukannya.

Jika pelaku wirid terlupa atau sangat sibuk, ia akan menggantinya di waktu yang lain. Jika hari itu ia lupa bersedekah, ia akan melipatgandakan sedekahnya di keesokan harinya.

Ada orang-orang yang tidak sanggup melaksanakan sholat lima waktu dalam sehari. Padahal kalau ditanya, mereka beriman dan percaya kepada Allah SWT.

Bagi mereka sholat lima waktu itu berat. Belum lagi harus berwudhu dengan mencuci wajah, tangan, dan kaki sebelum sholat. Dinginnya air membuat rasa malas bertambah.

Sebenarnya jika orang tua mereka mau mendisiplinkan mereka sholat sejak belia tentu lebih mudah. Bisa karena biasa. Bahkan rasanya aneh jika tidak sholat.

Anak-anak memang harus didisiplinkan sholat meskipun belum mampu merasakan kenikmatannya. Biarlah mereka mengucapkan bacaan sholat yang mereka belum faham artinya.

Saat mereka dewasa dan mulai memahami arti bacaan sholat, saat itulah mereka mulai merasakan kenikmatannya. Mereka mulai merasakan kehadiran Tuhan dalam sholat. Mereka mulai merasa bahwa sholat lima waktu terlalu sedikit. Mereka menambahnya dengan sholat-sholat lainnya.

Dunia adalah tempat untuk beramal. Akhirat adalah tempat untuk menerima hasil amal. Begitu banyak pekerjaan yang harus dilakukan di dunia. Mereka yang mampu menyelesaikan tugas-tugasnya di dunia, akan beristirahat di akhirat.

Hanya dengan disiplin tugas-tugas di dunia dapat diselesaikan dengan baik. Dengan kata lain, disiplin juga menjadi kunci untuk masuk ke dalam surga.

*Wallahu a'lam bishshowab*
Lebih lamaTerbaru

3 komentar

  1. Barakallahu fiikum ustadz

    BalasHapus
  2. Barakallahu fiikum ustadz

    BalasHapus
  3. Masya Alloh.... Pengalaman ini bisa ditulis dan jadi inspirasi

    BalasHapus
Translate