UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Menaikkan Level Pemahaman dari Teori ke Praktek




Suatu hari penulis membuat bedengan untuk menanam sayur-sayuran di halaman rumah. Bedengan adalah gundukan tanah yang dibentuk untuk media tanam. Tingginya sekitar sepuluh sampai dua puluh sentimeter tergantung lapisan tanah.

Daun-daun yang jatuh dan mengering membuat lapisan tanah pada permukaan lebih subur daripada lapisan bawah. Lapisan permukaan tanah biasanya subur dan gembur. Lapisan tanah bawah biasanya keras dan berbatu. Pembuatan bedengan pada dasarnya membuat tumpukan yang mengumpulkan tumpukan tanah yang gembur dan mengandung humus agar tanaman mendapatkan makanan yang berlimpah.

Di pagi hari, saat akan berangkat ke kantor, penulis terkejut. Rasa seram muncul saat melihat bedengan-bedengan yang penulis buat sendiri. Ternyata tanpa sengaja, bedengan yang penulis buat ukurannya mirip dengan ukuran gundukan kuburan. Halaman rumah menjadi terlihat seperti tempat pemakaman.

Bedengan yang masih berupa tanah merah yang habis dicangkul membuat suasana semakin seram. Seperti kuburan yang baru digali untuk memakamkan jenazah.

Sebenarnya bagus juga sih setiap hari teringat kematian. Nabi memerintahkan untuk banyak mengingat kematian. Namun, daripada tiap pagi merasa tercekam, penulis melebarkan ukuran bedengan agar tidak mirip kuburan. Khawatir tetangga juga jantungan setiap menoleh ke halaman rumah penulis.

Proses Mengingat Berawal dari Pengalaman

Melihat bedengan menjadi teringat kuburan disebabkan penulis sudah pernah melihat kuburan. Orang yang belum pernah melihat kuburan tentu tidak akan terkejut melihat bedengan yang penulis buat. Bagaimana akan teringat kuburan sedangkan melihat kuburan saja belum pernah.

Ibaratnya, seseorang yang tidak mengenal dan mengetahui hewan yang bernama Okapi, ia pasti tidak bisa mengingat hewan Okapi.

Di dalam suatu ceramah, seorang ustadz bertanya kepada jamaahnya, "Kita diminta mengingat Allah, apanya yang diingat?" Pertanyaan yang masuk akal. Bagaimana mau mengingat jika melihat, mendengar, meraba, mencium aromanya saja tidak pernah. Bahkan sekedar membayangkan Allah SWT saja juga tidak diperbolehkan. Lalu apanya yang diingat?

Ustadz tersebut meneruskan pertanyaannya, "Apa yang diingat saat mengingat Allah SWT? Nama-namaNya, sifat-sifatNya, perbuatanNya, atau wujudNya?" Sepertinya jamaahnya tambah pusing. Masih memikirkan pertanyaan pertama, sudah dapat soal berikutnya.

Untuk mengenal benda yang bisa dindera tentu mudah. Dengan menggunakan panca indera, benda bisa dilihat, disentuh, didengar, dicium, dan dirasakan.

Cara termudah untuk mengenali rasa apel tentu dengan menggigit dan memakan buah apel. Ribuan kata-kata tidak akan cukup untuk mewakili rasa apel. Semakin diterangkan semakin membingungkan. Lidah bisa memahami, namun tidak bisa menerangkan rasa apel dengan tepat.

Perkataan tidak bisa menjelaskan dengan detil karena terbatasnya kata-kata. Sifat apel yang mengandung rasa asam, manis, berair, dengan kulit berwarna hijau juga dimiliki oleh buah-buah lainnya.

Bisa jadi setelah diterangkan, pemahaman orang yang belum pernah memakannya mengira seperti buah jeruk atau mangga. Padahal rasa apel berbeda dengan jeruk dan mangga.

Satu-satunya cara untuk dengan cepat memahami dan mengenali rasa apel adalah dengan cara memakannya. Tidak ada cara lain yang lebih cepat dan lebih pas untuk menggambarkan rasa buah apel selain dengan memakannya.

Mengenal Allah SWT 

Allah SWT tidak bisa diindera oleh panca indera. Lalu bagaimana mengenali dan mengingatNya? Makhluk ghaib berupa jin dan malaikat yang tidak bisa diindera saja sulit untuk dijelaskan dengan kata-kata, apalagi Allah SWT yang Maha Ghaib.

Para ulama memberitahu bahwa salah satu jalan tercepat untuk mengenal Allah SWT adalah dengan berdzikir dan bersholawat. Mengucapkan salam dan sholawat kepada Nabi Muhammad SAW, selain menimbulkan rasa cinta kepada Nabi, juga menjadi pintu pembuka untuk mengenal Allah SWT.

Membicarakan sifat, asma, af'al, dan wujud Allah SWT memang akan memberikan pengetahuan tentang Allah SWT. Namun itu hanya bersifat pengetahuan berupa teori yang belum tentu difahami. Para ulama menjelaskan bahwa berdzikir dan bersholawat akan mengantarkan seseorang untuk mengenal dan memahami Allah SWT.

Seperti membicarakan rasa, warna, dan aroma apel. Tanpa melihat, mencium, dan memakannya, pembicaraan tersebut hanya memberikan pengetahuan yang terbatas. Pembicaraan tentang apel hanya mengantarkan seseorang sampai dalam teori saja. Ia baru bisa memahami apel jika sudah melihat, mencium dan memakannya.

Orang yang sangat ingin mengetahui apel tentu akan sangat bersemangat untuk memakan buah apel. Oleh karena itu, orang yang sangat ingin mengenal Allah SWT (ma'rifatullah) tentu akan bersemangat untuk berdzikir dan bersholawat. Ia rajin berdzikir setiap hari bukan sekedar mendapat pahala. Ia ingin mengenal Allah SWT. Ia ingin dekat dan mampu mencintaiNya.

Ia tahu bahwa ribuan kata-kata tidak akan bisa membuatnya faham tentang Allah SWT. Ia akan bisa mengenal Allah SWT ketika Allah SWT sudah memilihnya menjadi hamba yang mengenalNya. (baca juga: https://www.lembarnasihat.com/2025/02/ketika-tuhan-membuka-tirai-untuk-para.html )

Para mursyid yang mengenal Allah SWT sangat mencintai Allah SWT. Mereka sangat menikmati perasaan yang begitu dekat dengan Allah SWT. Perasaan yang begitu mesra disebabkan karena mereka telah mengenal Allah SWT.

Seperti apa sih yang dimaksud dengan mengenal Allah SWT itu? Bisakah para Mursyid menjelaskan dengan kata-kata? Para Mursyid hanya bisa menunjukkan jalan Mengenal Allah SWT. Jangankan menceritakan Allah SWT, menceritakan rasa buah apel saja tidak bisa dilakukan dengan kata-kata.

Satu-satunya cara untuk memahamkan rasa buah apel adalah dengan menyuruh seseorang untuk memakannya. Begitu juga dengan para Mursyid, cara mudah untuk mengantarkan para salik untuk mengenal Allah SWT adalah dengan mengajaknya berdzikir dan bersholawat.

Masalahnya banyak orang yang malas untuk berdzikir dan bersholawat setiap hari. Mengaku ingin secara khusus untuk mengenal Allah SWT dan mencintai Nabi Muhammad SAW. Namun, enggan menjalankan program-programnya. Seperti seseorang yang ingin memahami rasa apel tetapi tidak mau memakan buah apel. Mau pakai cara apa lagi?

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

  1. Masya Allah Tabarakallah ustadz
    Jadi tidak mungkin bisa mengenal Allah kalau gak diusahakan lewat ajaran-ajaran nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam gak akan mengenal kenikmatan yang Allah sudah berikan

    BalasHapus
Translate