Ada lelucon yang membahas penggunaan kata "siapa" terkait mencari jodoh. Tentu saja ini hanyalah lelucon untuk menyindir orang yang berlambat-lambat untuk menikah dan mencari jodoh yang sempurna.
Saat berumur 20-an, keinginan mendapatkan jodoh yang sempurna sangat kuat. Maunya dapat CEO perusahaan, berwajah menawan, masih muda, dan romantis seperti di drama Korea. Biasanya pertanyaan yang muncul ketika ada lawan jenis yang mendekati adalah "Siapa kamu?"
Saat berumur 30-an dan belum menemukan jodohnya, biasanya seseorang akan mengevaluasi dirinya. Baginya mencari jodoh yang sempurna itu sulit. Yang penting setara dan tidak lebih rendah dari dirinya. Jika ia lulusan sarjana, minimal jodohnya juga sarjana. Wajah tidak perlu glowing, yang penting enak dipandang. Ia mulai mengevaluasi dirinya. Pertanyaan yang muncul biasanya, "Siapa sih saya?"
Saat berumur 40-an, ia akan menyerah. Baginya yang penting dapat jodoh. Mau lebih rendah dari stratanya juga tidak apa-apa. Pertanyaan yang muncul adalah "Siapa saja deh. Siapa yang mau sama saya?"
Berbicara tentang kata "siapa" maka pertanyaan yang sangat penting di dalam hidup adalah "Siapa saya?" Mengenali orang lain dengan baik tentu penting. Tetapi lebih penting lagi adalah mengenali diri sendiri.
Pentingnya Mengenali Diri untuk Memaksimalkan Potensi
Semakin cepat seseorang mengenali dirinya, semakin cepat ia mencapai kesuksesan. Seseorang yang gagal mengenali dirinya tidak akan mengetahui rahasia kelemahan dan kekuatan dirinya.
Seperti seekor elang yang kehilangan kemampuan karena sejak kecil dibesarkan di kandang ayam oleh induk ayam. Ia tidak tahu bahwa dirinya sebenarnya adalah raja angkasa. Ia mengira dirinya adalah seekor ayam seperti ayam-ayam lainnya.
Berdasarkan perangkat yang dimiliki, manusia adalah makhluk Allah SWT yang paling sempurna. Manusia adalah mahkluk yang lebih sempurna daripada tanah, air, api, udara, hewan, tumbuhan, jin, dan malaikat.
Manusia mempunyai jasmani yang sempurna, akal, hawa nafsu, hati, dan ruhani. Manusia dipilih sebagai khalifah di muka bumi. Hewan, tumbuhan dan hasil tambang berupa minyak, emas, dan permata diperuntukkan bagi manusia.
Adakah makhluk selain manusia yang mengendarai kuda, memerah susu domba, memakan telur ayam, memakai sepatu kulit sapi, dan mengenakan baju dari benang ulat sutra? Adakah selain manusia yang berkalung mutiara, bergelang emas, bercincin permata? Allah SWT berfirman:
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan dengan kekuasaan Kami sendiri, lalu mereka menguasainya? Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebagiannya mereka makan. Dan mereka memperoleh padanya manfaat-manfaat dan minuman. Maka mengapakah mereka tidak bersyukur? (QS Yasin 71-73)
Bumi seisinya memang diberikan untuk manusia. Namun manusia bukan diciptakan untuk bumi. Tujuan penciptaan manusia adalah mengenal Tuhan dan beribadah kepadaNya.
Manusia adalah hamba Allah SWT. Namun, ada manusia yang tidak mengenal siapa dirinya. Ia mengira dirinya sama dengan hewan dan binatang ternak yang sering dilihatnya. Ia mengira hidupnya untuk makan, berkembang biak, dan berebut kekuasaan di muka bumi.
Manusia yang tidak mengenal dirinya tidak akan mampu mencapai puncak potensinya. Seperti seekor elang yang mengira dirinya adalah ayam. Ia tidak akan pernah terbang dengan ketinggian 3 ribu meter di kecepatan 300 km/jam. Ia hanya mengais-ngais mencari cacing dan kembali ke kandang di sore hari.
Mengapa Mengenal Diri Menjadi Pintu Mengenal Tuhan?
Seorang ulama, Yahya bin Muadz Ar-Razi, berkata, "Barang siapa yang mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Tuhannya." Ada beberapa sudut pandang untuk membahas kalimat tersebut. Di antaranya adalah sebagai berikut:
Sudut pandang pertama adalah manusia mengenali bahwa dirinya terdiri dari jasmani dan ruhani. Kedua-duanya perlu dimaksimalkan untuk mendapatkan kebahagiaan.
Ia mengetahui bahwa jasmani yang dirawat akan membuat tubuhnya sehat. Ia tahu jika ia lalai merawat tubuhnya, ia akan sakit dan lemah.
Ia juga mengetahui ada unsur ruhani yang juga membutuhkan makanan dan perawatan agar hidupnya bahagia. Makanan ruhani adalah berdzikir, beribadah dan berbuat baik. Ia mengetahui bahwa kebahagiaan akan bertambah setiap kali ia mengingat Allah SWT dan berbuat baik.
Masalahnya ada yang tidak mengenali dirinya dengan baik. Ia mengira dirinya yang penting adalah jasmani. Ia tidak mengenali ruh yang sebenarnya adalah "diri yang sesungguhnya". Ruh inilah yang kelak akan melanjutkan perjalanan sampai akhirat.
Ia tidak tahu bahwa ruh juga membutuhkan makanan. Ketika ruhnya lemah, ia tidak mampu menangkap cahaya-cahaya ilham Tuhan kepadanya. Ia sulit mengenal Tuhannya karena ketidakpekaan hatinya atas petunjuk.
Sudut pandang kedua kenapa manusia yang mengenali dirinya akan lebih mudah mengenal Tuhannya disebabkan tingginya ketaatan. Manusia yang mengenal bahwa dirinya adalah hamba Tuhan, maka ia akan mampu menjadi hamba yang sesungguhnya. Banyak yang gagal mengenali bahwa dirinya adalah "hamba". Itu sebabnya meskipun mulutnya mengatakan dirinya "hamba", tapi prilakunya tidak demikian.
Ia berani melanggar larangan Allah SWT dan tidak mentaati perintahNya. Ini menunjukkan bahwa sesungguhnya ia tidak merasa sebagai hamba Allah. Ia tidak mengenali dirinya dan mengira dirinya adalah seseorang yang bebas berkehendak.
Ia merasa bahwa harta yang ia miliki saat ini adalah harta miliknya dan bukan titipan dari Allah SWT. Ia merasa kecerdasan yang ia miliki adalah hasil kemampuannya sendiri bukan berasal dari ilmu yang diberikan Allah SWT.
Sudut pandang ketiga, manusia yang mengenali bahwa manusia sebenarnya lemah akan sangat bergantung kepada Tuhan. Semakin dia mengenali kefakiran dirinya, semakin ia bergantung kepada Tuhan.
Sudut pandang keempat, manusia yang mengenali dirinya akan lebih mudah merumuskan tujuan hidup. Imam Ghozali menguraikan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh manusia untuk mengenali dirinya.
Di antara pertanyaannya adalah: Siapa aku dan dari mana aku datang? Ke mana aku akan pergi, apa tujuan kedatangan dan persinggahanku di dunia ini, dan di manakah kebahagiaan sejati dapat ditemukan?
Wallahu a’lam bishshowab



Masya Allah Tabarakallah ustadz
BalasHapus