Dale Carnegie, penulis buku, memberikan beberapa trik praktis yang bisa mempengaruhi orang lain. Trik-trik yang sederhana namun efektif untuk merubah dan mempengaruhi orang lain.
Salah satu buku yang ditulisnya dan menjadi best seller dunia adalah "How to Win Friends and Influence People". Trik-trik di dalam buku tersebut banyak dipraktekkan dan menjadi buku panduan di beberapa lembaga. Trik yang sederhana dan bisa dilakukan dengan mudah.
Banyak hal kecil yang bisa mempengaruhi orang. Hal yang kecil, yang mudah untuk menjadi kebiasaan sehari-hari jika terus dilatih. Penulis pernah bertemu seorang anak kecil yang membuat penulis terpesona.
Sebenarnya yang dilakukan anak tersebut adalah hal yang sederhana. Namun, apa yang dilakukan membuat kagum penulis. Begitu santun dan sopan.
Apa yang dilakukannya begitu indah di mata penulis. Penulis sampai mengambil dompet dan memberi uang jajan untuknya. Semula ia menolak, “Nggak usah Om.” katanya. Penulis memaksa, akhirnya ia menerimanya. Mana ada anak kecil yang nggak suka dikasih uang jajan?
Sederhana dan Simpel tetapi Menimbulkan Perbedaan Besar
Hal-hal kecil yang bisa dilakukan untuk membuat orang lain bahagia di antaranya adalah membiasakan diri dengan mengucapkan kata-kata yang disebut dengan kata ajaib. Di antaranya adalah maaf, terima kasih, silahkan, permisi, mohon, dan bisa.
Kata-kata ajaib bagus untuk diajarkan sejak dini. Selain menjadi kebiasaan lisan, ia juga mempengaruhi karakter. Contohnya kata “terima kasih”. Ketika anak terbiasa mengucapkan kata "terima kasih", akan tertanam di dalam dirinya perasaan berterima kasih kepada orang yang berbuat baik kepadanya. Akan muncul dalam dirinya keinginan untuk membalas kebaikan orang lain.
Seperti orang yang terbiasa mengucapkan kata "alhamdulillah", ketika merasakan nikmat dari Allah SWT. Selain merupakan adab yang baik kepada Allah SWT, itu juga akan menanamkan rasa syukur di dalam hatinya. Membuatnya bisa merasakan nikmat yang begitu banyak dari Allah SWT.
Banyak kata-kata yang ringan di lidah, namun mengucapkannya mendapatkan balasan yang besar dari Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Ada dua kalimat, yang ringan di lisan tetapi berat dalam timbangan dan dicintai oleh ar-Rahman, Subhanallah wa bi hamdih dan Subhanallahil 'azhim (Maha Suci Allah dengan segala pujian-Nya dan Maha Suci Allah Yang Maha Agung). (HR Muttafaq 'alaih)
Perubahan kecil dalam perkataan dan perbuatan bisa memberikan perbedaan yang besar kepada orang lain. Lalu bagaimana dengan perubahan perasaan? Apakah perubahan perasaan bisa membuat perbedaan yang besar terhadap orang lain?
Beberapa orang bisa membaca apa yang dirasakan oleh orang lain. Ada yang bisa membacanya karena mengenal sejak kecil. Seperti ibu kepada anaknya. Ada yang bisa membacanya dengan mempelajari bahasa tubuh. Seperti para psikolog. Ada yang bisa membacanya karena memiliki ketajaman hati dan bisa merasakan perasaan orang lain.
Namun, secara umum, manusia tidak mampu mengetahui isi hati dan perasaan orang lain. Ketidak mampuan yang merupakan karunia dari Tuhan. Bayangkan betapa repotnya manusia dalam bergaul jika memiliki kemampuan membaca perasaan orang lain.
Sangat merepotkan. Selain harus mengatur cara berbicara dan bertindak, manusia harus mengatur perasaannya jika bertemu orang lain. Betapa malunya jika ketahuan menyimpan perasaan marah, iri, menghina, atau perasaan negatif lainnya. Betapa beratnya jika mengetahui dirinya tidak disukai oleh orang lain.
Tuhan Mengetahui Isi Hati Manusia
Isi hati memang tidak bisa diketahui oleh manusia. Namun Allah SWT mengetahui isi hati manusia. Itu sebabnya para ulama mengajarkan adab di dalam berperasaan agar mendapatkan cinta Allah SWT.
Sedikit mengubah perasaan, namun memiliki arti yang besar di hadapan Allah SWT. Perubahan yang sedikit, namun memiliki pengaruh yang banyak.
Salah satu contohnya adalah perasaan “senang ketika telah beribadah”. Di dalam kitab Al-Hikam yang ditulis oleh Ibnu 'Athaillah As-Sakandari, diatur mengenai perasaan senang yang muncul setelah beribadah. Perasaan tersebut diatur dalam butir hikmah berikut:
"Janganlah merasa senang karena engkau sanggup melakukan ketaatan, tetapi bergembiralah lantaran ketaatan itu dianugerahkan Allah kepadamu. ‘Katakanlah: berkat karunia dan rahmat Allah-lah, hendaknya mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan (QS. Hud ayat 58)’” (Kitab Al-Hikam)
Perasaan senang yang muncul karena telah melakukan ibadah adalah hal yang wajar. Namun, perasaan senang akibat ibadah ini terbagi menjadi dua.
Ada perasaan senang yang tidak baik dan bisa menghilangkan pahala ibadah yang dilakukan. Ada perasaan senang yang baik, bahkan menjadi pahala tambahan atas ibadah yang dilakukan.
Perasaan senang yang tidak baik setelah beribadah adalah perasaan senang karena merasa dirinya hebat. Merasa mampu beribadah dan bangga atas ibadahnya. Perasaan senang ini menggiring kepada ujub. Setan memang membisikkan perasaan ujub dan sombong kepada orang-orang yang berhasil beribadah.
Perasaan senang karena mampu beribadah yang sampai ke level merendahkan orang-orang yang belum mampu beribadah bukan hanya menghapus pahala. Perasaan sombong seperti ini justru menimbulkan dosa. Ini adalah perasaan senang yang tercela.
Perasaan senang akibat ibadah yang diperbolehkan adalah perasaan senang karena merasakan bahwa ibadah yang ia lakukan adalah karunia dan anugerah Allah SWT. Ia merasa tidak mampu beribadah, tetapi Allah SWT membantunya untuk beribadah.
Ia merasa bahwa ibadah yang dilakukannya adalah pertolongan Allah SWT. Sesuai dengan konsep “Laa haula wa laa quwwata illa billahi (tiada daya dan kekuatan kecuali dari Allah)”. Ia senang karena mendapat karunia pertolongan.
Perasaan senang lainnya yang diperbolehkan muncul setelah beribadah adalah perasaan senang karena pertolongan Allah SWT adalah tanda dari ridhoNya. Dimudahkan dalam beribadah adalah salah satu tanda bahwa Allah SWT mengasihinya.
Perasaan senang karena sudah beribadah adalah hal yang pasti terjadi. Namun, merubah alasannya dari “merasa hebat” menjadi merasa “mendapat karunia” akan memberikan perbedaan yang besar. Merubah dari sikap ujub dan sombong, menjadi sikap bersyukur dan bergantung kepada Allah SWT.
Perubahan Perasaan bisa Menaikkan Derajat Manusia
Kedudukan manusia di hadapan Allah SWT bisa melesat mendapatkan derajat yang tinggi jika ia mampu mengatur hati dan perasaannya. Jika ia mau mempelajari adab perasaan terhadap Allah SWT yang mengetahui isi hati manusia.
Sayangnya banyak yang hanya semangat belajar mengatur perkataan dan perbuatan (ilmu syariat). Mereka belum tertarik belajar mengatur perasaan (ilmu tarekat/ma’rifat). Tidak heran perasaan cinta, takut, bergantung, dan mengharap kepada Allah SWT tidak begitu kuat.
Malaikat Jibril bertanya kepada Nabi Muhammad SAW, “Beritahu saya, apa itu ihsan?.” Nabi pun menjawab dengan menjelaskan perasaan yang harus muncul saat beribadah. Perasaan yang bisa memberikan perbedaan besar dalam beribadah. Sudah siap menciptakan perubahan besar dalam hidup Anda? Sudah siap belajar mengatur perasaan terhadap Allah SWT?
Wallahu a'lam bishshowab
Posting Komentar