Suatu hari, saat Rakorda, pimpinan rapat menceritakan pengalamannya ketika masih sekolah. Beliau mengatakan bahwa dirinya selalu berusaha dengan keras sehingga menjadi yang terpandai di kelasnya. Gurunya pun melihatnya sebagai murid yang paling pandai di kelas. Dalam memberi nilai, gurunya menjadikan nilainya sebagai standar batas atas nilai.
"Kamu mau nilai berapa?" tanya gurunya. Kalau beliau menjawab seratus, maka teman-temannya di dalam kelas tersebut tidak ada yang mendapat seratus. Teman-temannya akan mendapat nilai di bawah seratus. Nilainya selalu menjadi yang tertinggi di kelas.
Cerita pimpinan rapat tersebut membuat penulis teringat dengan cerita sebaliknya yang pernah diceritakan teman penulis. Ada perguruan tinggi yang salah satu siswanya adalah anak pejabat yang sangat berpengaruh. Jika tidak lulus bisa menimbulkan masalah bagi pihak lembaga. Kemungkinan besar orang tuanya yang menjadi pejabat akan melakukan intervensi.
Masalahnya anak pejabat tersebut paling bodoh di kelasnya. Agar bisa lulus, terpaksa nilainya harus diupgrade menjadi lebih tinggi. Padahal sudah diketahui bawah kemampuan anak pejabat tersebut berada di bawah teman-temannya. Tentu saja nilai teman-temannya juga harus dinaikkan.
Karena kemampuannya paling bawah, nilai anak pejabat tersebut menjadi standar batas bawah nilai di kelas. Teman penulis mengatakan bahwa angkatan tersebut beruntung karena nilainya menjadi tinggi-tinggi. Nilai batas bawahnya dinaikkan agar anak pejabat lulus dari kampus. Otomatis nilai teman-temannya juga harus dinaikkan.
Semua Orang akan Mendapat Rapor Kelulusan di Akhirat
Sistem penilaian di dunia memang tidak memiliki standar yang baku. Standar kelulusan bisa berbeda-beda tergantung guru pengujinya. Jika gurunya murah nilai, mudah untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Yang seharusnya tidak lulus, bisa menjadi lulus.
Berbeda dengan pengujian kelulusan di dunia, pengujian kelulusan akhirat akan berjalan adil. Tidak ada pejabat atau pengusaha yang bisa mengintervensi. Bukti-bukti kelulusan akan ditampilkan berupa catatan malaikat dan saksi-saksinya. Bukan hanya manusia, binatang dan bumi pun menjadi saksi. Bahkan tangan dan kaki pelakunya sendiri pun berbicara menjadi saksi.
Tiga Kategori Lulus di Akhirat
Seorang ustadz di dalam ceramahnya mengatakan bahwa standar lulus minimal di akhirat adalah jika menerima rapor catatan amal dari sebelah kanan. Mereka disebut dengan golongan kanan (ashabul yamin). Meskipun nilainya tidak cumlaude sebagaimana golongan yang dekat dengan Allah SWT (ashabul muqorobin), minimal mereka telah lulus dari ujian dunia.
Mereka yang tidak lulus dari ujian dunia akan mendapatkan rapor catatan amalnya dari sebelah kiri atau dari arah belakang. Mereka disebut dengan golongan kiri (ashabusy syimal).
Tidak lulus sekolah di dunia saja sudah sangat malu, bagaimana perasaan orang-orang yang dinyatakan tidak lulus di akhirat. Tidak lulus di dunia saja sudah membuat menangis dan tertunduk lemas, bagaimana menyesalnya mereka yang tidak lulus dia akhirat.
Cerita tentang tiga kelompok kelulusan ini diceritakan di dalam surah Al-Waqiah. Allah SWT berfirman:
Kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Selain itu, (golongan ketiga adalah) orang-orang yang paling dahulu (beriman). Merekalah yang paling dahulu (masuk surga). Mereka itulah orang-orang yang didekatkan (kepada Allah). (QS. Al-Waqiah ayat 7-12)
Golongan kiri tidak lulus karena terlalu bodoh untuk memahami konsep hidup di dunia. Pertanyaan mereka diabadikan di dalam surah Al-Waqiah. Pertanyaan yang menunjukkan kebodohan dan ketidakmampuan akal mereka. Allah SWT berfirman:
Mereka berkata, “Apabila kami telah mati menjadi tanah dan tulang-belulang, apakah kami benar-benar akan dibangkitkan (kembali)? Apakah nenek moyang kami yang terdahulu (akan dibangkitkan pula)?”Katakanlah (Nabi Muhammad), “Sesungguhnya orang-orang yang terdahulu dan yang kemudian benar-benar akan dikumpulkan pada waktu tertentu, yaitu hari yang sudah diketahui." (QS. Al-Waqiah ayat 47- 50)
Di dalam otak golongan kiri, tidak mungkin mereka yang sudah mati dan hancur menjadi tanah akan bisa dihidupkan kembali. Bagaimana mungkin? Itu yang membuat mereka yakin bahwa hari pembalasan itu tidak akan ada.
Allah SWT berfirman yang menjawab pertanyaan orang-orang yang tidak yakin akan dihidupkan kembali setelah mati:
Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan-Nya kembali, kemudian kepada-Nya-lah kamu dikembalikan? (QS. Al-Baqarah ayat 28)
Golongan kiri tidak bisa memahami bahwa sangat mudah bagi Allah SWT untuk menghidupkan kembali orang yang sudah mati. Bukankah Allah SWT telah menciptakan dirinya? Tentu sangat mudah bagi Allah SWT untuk mengulanginya kembali.
Mungkin golongan kiri berpikir bahwa ia lahir dari kedua orang tuanya. Sedangkan kedua orang tuanya sudah hancur menjadi tanah. Tidak mungkin manusia dihidupkan dari tanah.
Apakah mereka tidak berpikir kejadian manusia yang pertama kali? Bukankah manusia pertama, Nabi Adam, juga langsung diciptakan dari tanah tanpa proses melahirkan?
Belajar dari Sekarang agar Lulus di Akhirat
Kebodohan yang dilakukan oleh golongan kiri benar-benar membuat mereka tidak bisa lulus di akhirat. Ketidakmampuan mereka memahami bahwa Allah SWT bisa menghidupkan kembali membuat nilai mereka di bawah batas minimal untuk lulus.
Lalu bagaimana dengan Anda? Apakah Anda yakin dengan hari pembalasan? Jika Anda yakin, selamat, kemungkinan besar Anda akan lulus dan mendapatkan surga.
Wallahu a'lam bishshowab
Masya Allah Tabarakallah ustadz
BalasHapus