Suatu hari Cak Nun (Emha Ainun Najib) berceramah di penjara. İa sempat melihat sel-sel di penjara. Melihat kehidupan mereka yang kehilangan kebebasan dan menjadi tahanan.
Sistem pengamanan penjara berlapis-lapis. Tembok yang tinggi dan tebal, jeruji besi yang kokoh, dan kawat berduri. Selain itu masih ada sipir dan kamera yang mengawasi selama dua puluh empat jam.
Cak Nun berkomentar terkait ketatnya keamanan penjara. Para tahanan tertawa terbahak-bahak mendengar komentarnya. Cak Nun mengatakan bahwa ternyata tinggal di penjara enak. Tempatnya aman karena penjagaannya ketat. Tidak akan ada maling yang masuk.
Tentu saja tidak mungkin ada maling yang berusaha masuk untuk mencuri di penjara. Memangnya ada harta apa di dalam sel penjara? Jangan-jangan sandal yang dipakai maling pun lebih mahal daripada sandal yang dipakai para tahanan. Pengamanan penjara super ketat dan hasilnya tidak seberapa.
Para tahanan tertawa karena sudah jelas tidak akan ada maling mau masuk penjara. Maling yang sudah di dalam penjara saja pingin keluar dari penjara.
Banyak Nikmat yang tidak Disadari
Perkataan Cak Nun, meskipun guyonan belaka, adalah hal yang perlu direnungkan. Cak Nun menyampaikan pesan nikmat mendasar yang menjadi kunci kebahagiaan. Keamanan adalah kenikmatan yang jarang disadari oleh manusia. Tidak terpikirkan sehingga membuat tahanan tertawa saat menyadarinya.
Manusia mudah untuk menyadari bahwa harta, tahta, dan pasangan yang diinginkan adalah kenikmatan. Tetapi manusia jarang yang sadar bahwa keamanan hidup juga merupakan kenikmatan yang berharga. (baca: https://www.lembarnasihat.com/2023/03/pilih-aman-atau-nyaman.html)
Meskipun punya banyak harta, jika nyawa terancam, tidak ada lagi nilai harta. Lihatlah para pengungsi yang meninggalkan seluruh hartanya di negara yang sedang mengalami konflik perang saudara. Mereka rela kehilangan rumah, ladang, dan pabriknya. Mereka sadar bahwa keamanan adalah aset yang lebih mewah daripada harta.
Demi keamanan, orang-orang kaya rela membayar mahal. Mereka menggaji sekuriti, memasang CCTV, memelihara anjing penjaga, menginstal pagar listrik, dan mengaktifkan alarm demi rasa aman. Demi tidur yang nyenyak tanpa gelisah.
Demi keamanan, peralatan pertahanan diri laris dijual. Alat-alat pertahanan diri seperti yang dimiliki James Bond di dalam film, sekarang dijual di pasar dengan bentuk berbagai jenis. Mulai dari knuckle duster, peper spray, stun gun, telescopic stick, sampai alarm portable.
Di dalam telepon genggam juga ada aplikasi-aplikasi yang menunjang keselamatan. Dalam keadaan terancam, seseorang bisa mengirim pesan untuk meminta bantuan. Saat tubuh sudah begitu lemah, memencet “tombol panik”, adalah cara termudah untuk mengirim pesan darurat meminta bantuan ke pihak-pihak yang terhubung.
Di negara yang mengalami perang atau konflik bersenjata, keamanan adalah barang mewah. Di masa perang, seorang ayah yang pergi mencari nafkah tidak dapat bekerja dengan tenang. Meskipun jasmaninya berada di tempat kerja, hati dan pikirannya berada di rumah. Mengawal keselamatan anak dan istrinya.
Saat perang, seorang ibu yang melepas anaknya pergi belajar hanya bisa pasrah. Ibu tidak tahu, apakah anaknya akan kembali dengan selamat atau itu merupakan saat terakhir melihatnya bernafas. Hatinya selalu waswas.
Penulis pernah mendengar cerita dari ayah penulis tentang situasi dan kondisi saat terjadi pemberontakan PKI di Indonesia. Tidak ada laki-laki dewasa yang tidur di rumah. Saat itu laki-laki harus bergantian berjaga. Berjaga untuk menjaga kampungnya dari serangan mendadak. Tidur di rumah sebagaimana kondisi damai adalah hal yang sangat mewah.
Indahnya suasana aman adalah kenikmatan yang luar biasa. Kenikmatan yang sederhana tetapi menjadi barang yang berharga bagi yang tidak memilikinya. Jika ada pilihan tidur dengan nyenyak di dalam penjara atau gemetar ketakutan di medan perang, tentu semua akan memilih hal yang sama. Penjara dengan segala aturannya, tetap lebih nikmat daripada medan perang.
Nikmat Sederhana yang Disinggung dalam Al-Quran
Kenikmatan mendasar lainnya yang banyak tidak disadari oleh kebanyakan manusia adalah nikmat makanan. Nikmat makanan dan nikmat keamanan sampai disinggung di dalam Al-Quran. Allah SWT berfirman:
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan (pemilik) rumah ini (Ka‘bah). Yang telah memberi mereka makanan untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa takut. (QS. Al-Quraisy ayat 3-4)
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa manusia harus menyembah Tuhan karena telah mendapat kenikmatan makanan dan keamanan. Bagi orang awam dan tidak mau mencoba mendaburinya, ayat ini mungkin terdengar biasa saja. Apa hebatnya makanan dan keamanan?
Bagi orang yang cerdas dan berakal, ayat ini akan menyentak hatinya. Tuhan tidak perlu menyinggung nikmat-nikmat lainnya. Cukup menyebutkan dua nikmat yang dasar saja.
Orang yang cerdas memahami betapa berharganya makanan dan keamanan bagi manusia. Ia tahu bahwa manusia tidak akan bisa bahagia jika tidak memiliki dua hal ini. Meskipun emas permata ada di genggamannya.
Meskipun merupakan nikmat yang sering dilupakan, makanan dan keamanan sangat mempengaruhi kebahagiaan hidup manusia. Kehilangan salah satunya akan membuat seseorang tersiksa.
Makanan dan keamanan, kedua-duanya adalah kebutuhan primer yang harus terpenuhi. Demi mendapatkan makanan, ada yang berani menantang bahaya. Di sisi lain, demi keamanan, ada yang rela kelaparan dan mengungsi ke daerah yang aman.
Menyadari Nikmat akan Menghantar Diri Menjadi Hamba
Ayat ke-4 di surah Al Quraisy di atas menyadarkan manusia betapa banyaknya kenikmatan yang harus disyukuri. Manusia diingatkan untuk kenikmatan yang mendasar dan sederhana. Kenikmatan berupa makanan dan keamanan yang sederhana saja sebenarnya begitu mewah. Apalagi nikmat-nikmat yang lain.
Merenungkan nikmat makanan dan keamanan saja seharusnya bisa membuat manusia terdorong untuk menyembah Tuhan. Itu baru nikmat yang sangat mendasar. Apalagi jika manusia mau merenungkan nikmat-nikmat lainnya. Allah SWT berfirman:
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menghitungnya (QS. An-Nahl ayat 18).
Meskipun hanya candaan, pesan yang disampaikan Cak Nun seharusnya menjadi renungan. Mereka yang berada di dalam penjara saja seharusnya merasa bersyukur, apalagi mereka yang bebas pergi ke mana-mana. Masih tidak mau mengakui nikmat Allah SWT? Masih enggan melaksanakan ayat ke-4 surah Al-Quraisy?
Wallahu a'lam bishshowab
Barakallahu
BalasHapusMasya Allah Tabarakallah ustadz betapa manusia jarang yang bersyukur
BalasHapus