Di dalam sejarah, sering terjadi perperangan antar umat manusia. Bangsa yang menang akan menindas dan menguasai bangsa yang kalah. Yang kalah, termasuk wanita dan anak-anak akan ditawan. Inilah awal munculnya perbudakan manusia.
Kenikmatan berkuasa atas bangsa yang kalah membuat bangsa yang super power berekspansi menaklukkan bangsa-bangsa yang lemah. Di antaranya adalah bangsa Romawi, Persia, dan Mongolia. Tanpa alasan yang kuat, imperium penjajah memperluas kekuasaan dengan mencaplok wilayah-wilayah.
Peperangan menjadikan manusia banyak yang menjadi budak. Mereka kehilangan kemerdekaannya. Mereka diperjualbelikan sebagaimana komoditas barang dagangan.
Budak adalah manusia yang dimiliki oleh tuannya. Ia seperti binatang yang bisa disuruh-suruh seenaknya. Di kerajaan Romawi kuno, ada tempat untuk mengadu para budak yang bernama koloseum. Sejenis stadion olahraga dengan kapasitas lima puluh ribu orang.
Di koloseum, manusia diadu dengan manusia. Para petarung disebut dengan gladiator. Terkadang gladiator juga diadu dengan singa atau binatang buas lainnya.
Pintu koloseum sebelah barat yang disebut Gerbang Kematian (Porta Libitina), menjadi saksi bisu dari mayat-mayat manusia dan hewan yang diseret ke luar arena pertarungan. Pintu ini diberi nama Libitina, yang merupakan nama dewi pemakaman dan adat kematian bangsa Romawi.
Hapusnya Perbudakan Manusia
Tradisi perbudakan sudah ada selama ribuan tahun. Tradisi perbudakan mulai banyak berkurang dan bisa dihilangkan setelah Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul. Nabi Muhammad SAW menganjurkan untuk berbuat baik kepada budak. Beliau bersabda:
Mereka (para budak) adalah saudara dan pembantu kalian yang Allah jadikan di bawah kekuasaan kalian, maka barang siapa yang memiliki saudara yang ada di bawah kekuasaannya, hendaklah dia memberikan kepada saudaranya makanan seperti yang ia makan, pakaian seperti yang ia pakai. Dan janganlah kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang memberatkan mereka. Jika kamu membebani mereka dengan pekerjaan yang berat, hendaklah kamu membantu mereka. (HR Bukhari)
Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya mendidik dan membebaskan para budak sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim berikut:
Tiga kelompok yang akan diberikan pahala mereka dua kali. Pertama laki-laki ahli kitab yang beriman kepada Nabinya lalu berjumpa dengan Nabi SAW, kemudian dia beriman kepada beliau, mengikutinya dan membenarkannya, maka dia memperoleh dua pahala. Kedua seorang budak yang melaksanakan hak Allah dan hak tuannya, maka dia memperoleh dua pahala. Dan ketiga seorang laki-laki yang mempunyai budak wanita, lalu ia memberi makanan, pendidikan, dan pelajaran yang baik, kemudian ia membebaskan dan menikahinya, maka ia memperoleh dua pahala. (HR. Bukhari dan Muslim)
Perbudakan dalam Bentuk Lain
Penjajahan di atas dunia harus dihapuskan. Perbudakan harus hilang di permukaan bumi. Saat ini, bisa dikatakan budak secara makna harfiah sudah tidak ada. Namun “budak” berdasarkan makna kias masih ada.
Munculnya “budak” yang dimaksud secara kias dijelaskan di dalam butir hikmah yang ditulis oleh Ibnu Atha'illah as-Sakandari. Beliau berkata:
Engkau merdeka dari segala sesuatu yang tidak kau inginkan, tetapi engkau budak dari segala sesuatu yang kau inginkan. (Kitab Al-Hikam)
Budak tidak merdeka karena terkekang. Merdeka artinya bebas mengikuti keinginannya sendiri tanpa merasa terintimidasi atau di bawah pengaturan pihak lain.
Mereka yang terkungkung dan terpaksa mengikuti kemauan pihak lain, secara hakikat adalah budak. Karakter budak ini muncul karena ia menginginkan (tamak) sesuatu yang dimiliki pihak lain.
Mereka yang menginginkan jabatan, akan menjadi budak dari pihak yang memberikan jabatan. Mereka yang menginginkan uang, akan menjadi budak dari pemilik uang. Mereka yang menginginkan kehormatan dan pujian akan menuruti keinginan pihak yang diharapkan pujiannya.
Semakin kuat keinginan, semakin kuat cengkeraman perbudakannya. Semakin banyak keinginan, semakin banyak yang memperbudaknya. Mereka yang tidak mampu mengelola keinginan dengan baik, akan lelah diperbudak oleh keinginannya.
Menjadi Budak Dunia
Betapa lelahnya mereka yang sangat tamak dengan dunia. Mereka menjadi budak dunia. Dunia yang diciptakan oleh Tuhan sebagai alat untuk manusia, justru memperbudak dan memperalat dirinya.
Siang dan malam berusaha mengejar dunia yang akan ia tinggalkan pada saatnya. Sifat rakus dan tamaknya menjadikan dirinya budak yang bekerja keras. Berpikir untuk mendapat dunia sejak bangun tidur sampai tidur kembali. Bahkan di dalam mimpi pun ia masih mengejarnya.
Betapa merdekanya mereka yang tidak menginginkan dunia. Mereka disebut dengan orang-orang zuhud. Orang-orang yang hatinya tidak terikat dunia. Meskipun raja yang memiliki banyak kekayaan dunia berada di sampingnya, ia tetap merdeka. Bebas bersikap karena ia tidak menginginkan apapun dari raja.
Budak yang dimiliki oleh tuan yang kejam akan tersiksa. Ia harus memuaskan keinginan tuannya. Berbeda dengan budak yang dimiliki oleh tuan yang penyayang. Tuan yang justru menginginkan kebahagiaan budaknya. Memang ada tuan yang seperti itu?
Di dalam sejarah, ada budak-budak yang beruntung dan berbahagia. Mereka berbahagia karena memiliki tuan yang menyayangi dan mencintai mereka. Tuannya menyuruhnya dengan hal-hal yang baik buat mereka.
Contohnya adalah Zaid bin Haritsah. Zaid diculik dan dijual sebagai budak. Ia terpisah jauh dengan ayahnya, Haritsah. Zaid beruntung karena dibeli kemudian dihadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Ia diberikan kepada seseorang yang penyayang. Ia budak yang dibesarkan dengan cinta dan kasih sayang sebagaimana orang tua kepada anaknya.
Haritsah yang mencari informasi selama bertahun-tahun, akhirnya mengetahui bahwa Zaid berada di kota Mekah. Nabi Muhammad SAW, setelah mengetahui bahwa Haritsah adalah ayah Zaid, memerdekakan Zaid dan mempersilahkannya pulang bersama ayahnya. Namun, Zaid menolak. Ia mencintai Nabi Muhammad SAW yang memperlakukannya dengan baik. Ia memilih bersama Nabi Muhammad SAW.
Jika menjadi budak dari manusia yang penyayang sebagaimana Nabi Muhammad SAW saja sudah menyenangkan, bagaimana jika menjadi budak Tuhan yang Maha Penyayang. Tentu akan lebih menyenangkan. Hidupnya akan penuh dengan fasilitas yang diberi Tuhan. Ia akan mendapat gelar mulia yaitu Abdullah (hamba Allah).
Banyak manusia yang mengaku sebagai hamba Tuhan. Namun prilakunya tidak seperti hamba yang seharusnya terikat dan mengikuti perintah. Sebagaimana hamba yang dirinya dimiliki sepenuhnya oleh tuannya, seharusnya hamba Allah SWT juga tidak merasa memiliki apapun. Semua hartanya adalah milik Allah SWT. Bahkan dirinya sekalipun adalah milik Allah SWT.
Pengakuan sebagai hamba Allah ada di dalam bacaan iftitah sholat “Inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil alamin". Artinya adalah "Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.
Hamba yang sempurna akan bekerja sesuai perintah tuannya. Hamba Allah SWT akan bekerja mencari harta yang halal sesuai perintah Allah SWT. Mengaku hamba Allah SWT, tetapi masih mencari harta yang haram, berarti tidak bertindak sebagai hamba sejati. Demikian pula dengan pelanggaran-pelanggaran lainnya. Ia belum sepenuhnya merasa menjadi hamba.
Wallahu a'lam bishshowab
Posting Komentar