Seseorang bercerita tentang anaknya yang mengalami kesulitan saat melakukan setoran hafalan Al-Quran. Sebenarnya anaknya sudah menghafalkan ayat-ayat yang akan disetor. Namun, saat berada di hadapan guru ngajinya, hafalannya seperti menguap dari kepalanya. Ia jadi lupa dengan ayat yang sudah dihafal.
Penulis jadi teringat cerita istri penulis saat mendampingi anak menjalani tes masuk lembaga tahfidz Quran. Salah satu soal yang diberikan adalah peserta diminta menghafal beberapa lembar halaman Al-Quran. Menghafal sebanyak yang mereka bisa dengan waktu yang ditentukan. Anak-anak perempuan yang ikut tes hari itu banyak yang tidak lulus tes.
Istri penulis menceritakan keluhan teman-teman anak penulis yang tidak lulus tersebut. Mereka mengatakan bahwa pengujinya terlalu ganteng. Dada mereka jadi berdebar-debar setelah duduk di hadapannya. Hilang semua hafalan yang sudah dipersiapkan.
Kegelisahan akan mengurangi kemampuan akal. Agar otak mampu bekerja dengan baik, seseorang harus mampu menenangkan diri. Menghilangkan rasa takut, marah, sedih, atau emosi lain yang menghilangkan ketenangan. Segala nafsu yang menimbulkan kegelisahan akan menghalangi otak berpikir jernih.
Penulis teringat saat belajar naik sepeda. Kata orang, cara mudah belajar sepeda adalah turun dari tanjakan yang tinggi. Penulis mencoba menerapkannya. Saat sepeda meluncur semakin cepat, timbul rasa takut. Hasilnya, Penulis jatuh ke dalam parit. Sebenarnya penulis sudah tahu fungsi rem dan stang. Sayangnya akal seperti tidak berfungsi saat ketakutan.
Hubungan Ketenangan Hati dan Kecerdasan
Ketenangan hati memiliki hubungan yang erat dengan kemampuan akal. Semakin tenang seseorang, maka kemampuan berpikir dan mendapatkan ilham-ilham yang cemerlang juga akan semakin meningkat. Tidak heran ide cerdas justru muncul saat seseorang dalam posisi santai.
Hasil penelitian, ide cerdas biasanya muncul saat otak dalam keadaan gelombang alfa dan teta. Gelombang ini muncul saat santai atau mengantuk. Saat hati dalam keadaan tenang dan tidak gelisah.
Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menggunakan akal secara maksimal. Kalimat afala ta'qilun (apakah kamu tidak berakal?), afala tatadabbarun (apakah kamu tidak merenungkan?) atau afala tatafakkarun (apakah kamu tidak berpikir?), dan afala yandzhurun (apakah mereka tidak memperhatikan?) merupakan sindiran Al-Quran agar manusia memaksimalkan akalnya.
Islam menyuruh berpikir karena kebenaran Islam pasti akan terlihat jelas bagi orang yang berpikir. Nilai-nilai kedamaian, keadilan, kejujuran, keselamatan, kesejahteraan, keseimbangan, kelengkapan, dan keindahan Islam lainnya akan terlihat jelas bagi orang-orang yang mau berpikir.
Semakin banyak manusia yang berpikir jernih, semakin banyak yang akan memeluk Islam. Masalahnya kemampuan berpikir jernih manusia akan berkurang ketika manusia gelisah atau terombang-ambingkan nafsu. Itu sebabnya setan selalu membisikkan pesan yang memicu ketakutan dan kegelisahan.
Nafsu Menghilangkan Kenetralan Akal dalam Berpikir
Ada dua orang yang sangat cerdas di zaman Nabi Muhammad SAW. Amr bin Hisyam dan Umar bin Khattab. Nabi sangat berharap agar mereka masuk Islam. Khabab bin Arat pernah mendengar Nabi mendoakan dua nama tersebut untuk masuk Islam.
Amr bin Hisyam karena kecerdasannya mendapat julukan Abul Hakam (Bapak kebijaksanaan). Ia gelisah ketika mendengar Nabi Muhammad SAW yang berasal dari Bani Hasyim diangkat menjadi Nabi. Selama ini Bani Hasyim merupakan pesaing keras keluarganya yaitu Bani Makhzum.
Kegelisahan membuat Amr bin Hisyam tidak mampu berpikir dengan jernih. Meskipun tanda-tanda kebenaran Islam begitu jelas bagi orang-orang awam, ia tetap tidak bisa memahaminya. Akalnya tertutup untuk berpikir netral. Berbeda dengan Umar bin Khattab yang masuk Islam setelah merenungi ayat-ayat Al-Quran pada surat Thaha.
Amr bin Hisyam yang sangat cerdas tidak mampu menggunakan akalnya karena kekacauan di dalam hatinya. Julukan semula yaitu Abul Hakam (bapak kebijaksanaan) berubah menjadi Abu Jahal (bapak kebodohan). Menjadi bodoh dan tidak bisa mencerna kebenaran Islam. Lihatlah bagaimana hawa nafsu sering menutup akal pikiran.
Menggunakan Sarana-Sarana Penenang Hati
Eratnya keterkaitan ketenangan hati dan kecerdasan akal menjadikan Islam sangat memperhatikan hal-hal yang menimbulkan ketenangan hati. Islam menganjurkan menggunakan alat-alat untuk menghilangkan kegelisahan seperti bertawakal, menghilangkan iri dengki, bersyukur, berdzikir, berdoa, dan lain-lain.Sebagaimana halnya semua alat, tentu dibutuhkan tutorial penggunaan yang membuat fungsi alat menjadi maksimal. Tidak berguna sepeda bagi orang yang tidak tahu cara mengendarainya. Tidak bermanfaat komputer bagi orang yang tidak bisa mengoperasikannya.
Contohnya alat ketenangan berupa dzikir. Al-Quran menyebutkan:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram. (QS. Ar-Ra’d Ayat 28)
Berdzikir biasa saja sudah menimbulkan ketenangan. Apalagi mempelajari tekniknya dengan lebih dalam. Mengikuti tutorial yang diajarkan oleh para ulama yang memang mempelajari teknik mengelola hati secara mendalam seperti Imam Ghozali, Syeikh Abdul Qodir Jailani, Syeikh Bahaudin Naqsyabandi, dan lain-lain.
Orang yang berlatih berdzikir secara khusus dan menggunakannya sebagai wirid (kebiasaan rutin) akan bisa merasakan ketenangan yang maksimal. Hati yang sangat tenang secara berkepanjangan akan meningkatkan kecerdasan. Sebagaimana kecerdasan para ulama.
Kemampuan para ulama terdahulu menghafal ratusan ribu hadits, merumuskan hukum fikih yang rumit, serta menulis kitab hikmah yang mendalam sungguh mengagumkan. Tentu mereka bisa mewujudkannya dalam keadaan hati yang sangat tenang. Bukan hati yang gelisah karena godaan kemewahan dunia.
Selain mampu menangkap ilham-ilham, kecerdasan juga akan memudahkan untuk memahami tanda-tanda kebesaran Allah SWT. Itu sebabnya para wali lebih kuat rasa cintanya, lebih kuat rasa takutnya kepada Allah SWT daripada manusia biasa. Orang-orang berilmu (ulama) sangat faham kedudukan Allah SWT. Di dalam Al-Quran disebutkan:
...Di antara hamba-hamba Allah yang takut kepada-Nya, hanyalah para ulama. Sungguh, Allah Maha Perkasa, Maha Pengampun. (QS. Al-Fathir ayat 28)
Kesimpulannya Islam menyuruh umatnya untuk beribadah dengan baik dan benar. Ibadah yang berkualitas akan menimbulkan ketenangan hati. Ketenangan hati akan memaksimalkan fungsi akal dan meningkatkan kecerdasan. Kecerdasan adalah kunci memahami rahasia Ilahi.
Wallahu a'lam bishshowab



Posting Komentar