Di dalam salah satu ceramahnya Buya Arrazy Hasyim mengatakan bahwa hujan air turun ke bumi, hujan ma'rifat turun ke hati. Maksud dari ucapan beliau adalah seperti air hujan yang turun bertubi-tubi ke bumi sebenarnya ilmu ma'rifat juga turun dengan sangat derasnya ke hati manusia.
Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang selalu memberikan petunjuk kepada hati manusia. Allah SWT membimbing hati manusia agar kehidupannya menjadi lebih baik.
Allah SWT mengutus Nabi dan Rasul, menurunkan kitab suci serta mengirimkan malaikat yang selalu membisikkan kebaikan untuk membimbing manusia. Allah SWT juga memberikan ujian, cobaan kehidupan untuk mengingatkan dan menyadarkan manusia.
Jika ayah dan ibu saja sangat ingin anaknya selamat dan bahagia, maka Allah SWT lebih dari itu. Allah SWT menciptakan manusia. Hubungan pencipta (Khalik) dengan yang dicipta (makhluk) lebih dekat daripada hubungan orang tua dan anak.
Orang tua tidak bisa menciptakan anak. Meskipun menikah bertahun-tahun, jika tidak mendapat titipan dari Allah SWT, pasangan suami istri tidak akan memiliki anak. Sekuat apapun usaha mereka. Orang tua hanya mendapat amanah anak yang dicipta oleh Allah SWT.
Semua anak hakikatnya berasal dari Allah SWT, bukan dari orang tua. Kenikmatan yang diberikan orang tua hakikatnya juga berasal dari Allah SWT. Sudah seharusnya cinta kepada Allah SWT lebih tinggi dari pada cinta kepada orang tua.
Di zaman Nabi, ada seorang ibu yang kebingungan karena kehilangan anak bayinya. Saat anak bayi tersebut ditemukan, ibu tersebut memeluknya dengan bahagia.
Nabi Muhammad SAW bertanya kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?” Para sahabat menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.” Beliau pun bersabda:
Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Agar manusia lebih mudah masuk ke dalam surga dan terhindar dari neraka, Allah SWT lebih mengutamakan RahmatNya daripada KeadilanNya dalam menimbang amal manusia. Allah SWT memberikan ganjaran yang besar untuk amal manusia yang tidak seberapa.
Gus Baha mengatakan bahwa manusia hanya beribadah beberapa puluh tahun tetapi mendapat surga selama-lamanya. Kalau memakai prinsip keadilan, ibadah enam puluh tahun, surganya cukup enam puluh tahun, bukan abadi selamanya.
Seandainya manusia mau membuka hati dan mendengarkan petunjuk Allah SWT, itu adalah keberuntungan yang besar. Akan hilanglah segala kegelisahan dunia. Ia akan memahami tujuan hidupnya. Tidaklah sama orang yang berada di dalam suasana terang benderang dengan orang yang tidak mengetahui arah di dalam gelap gulita.
Terbukanya hati untuk mengikuti petunjuk Allah SWT adalah keberuntungan yang besar. Meskipun baru menyadari setelah berusia tua. Setelah merasakan sepi di tengah keramaian karena teman-teman seusia sudah pergi meninggalkan dunia.
Sungguh celaka orang yang tidak mau membuka hatinya. Bisa jadi kerak dosa yang begitu banyak membuat hati tertutup rapat. Sebenarnya akal sudah berteriak-teriak menjelaskan yang benar dan yang salah. Namun, manusia yang menutup hatinya memilih memuaskan keinginan nafsunya dan mengacuhkan petunjuk.
Ia sudah mendengar tentang kebenaran Al-Quran, kenikmatan sholat, keberkahan sedekah, dan ketenangan dzikir. Jutaan manusia telah merasakan dan menemukannya. Ia juga sudah mengetahui ganjaran surga dan ancaman neraka. Namun, ia memilih memuaskan nafsunya yang rendah dan meninggalkan jalan-jalan cahaya. Lalu dengan cara apalagi petunjuk dapat masuk ke dalam hatinya?
Nabi Muhammad SAW menjelaskan jenis-jenis manusia ketika mendapat petunjuk. Beliau bersabda:
Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an, tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menumbuhkan tumbuhan. Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Ulama menjelaskan sebab ilmu/petunjuk diumpamakan dengan air hujan. Petunjuk dan hujan sama-sama memiliki efek menghidupkan. Petunjuk menghidupkan hati sedang hujan menghidupkan bumi yang kering.
Namun ada tanah yang tidak berefek dengan turunnya hujan. Tanah yang tidak mampu menampung air hujan dan tidak menumbuhkan rumput dan tumbuhan sama sekali. Ini adalah perumpamaan hati orang-orang yang memang menutup dirinya terhadap petunjuk.
Perumpamaan hati yang baik adalah seperti tanah yang subur dan menumbuhkan tanaman ketika terkena air hujan. Seperti hati yang menumbuhkan niat-niat baik setelah tersentuh petunjuk. Hati yang tergerak memberikan manfaat kepada orang lain setelah mendapat petunjuk.
Wallahu a'lam bishshowab



Posting Komentar