UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Level Orang-orang yang Bertawakal

 

Bambang membawa tiga putrinya ke toko untuk membeli baju. Sebelumnya ia berkata, "Satu anak cuma dapat jatah satu ya. Kalian pilih dua baju yang menurut kalian paling bagus, tapi nanti ayah yang memilih mana yang dibeli."

Santi memilih baju berwarna hijau dan kuning. Menurutnya baju hijau dan kuning adalah dua baju yang paling cantik. Namun, ia mau ayahnya memilih baju yang berwarna hijau yang menurutnya lebih cantik dari pada yang kuning. Ia berkata, "Ini bajunya. Tapi aku mau yang warna hijau. Yang hijau aja ya."

Setelah mempertimbangkan kesediaan dana, jenis bahan, kesopanan, dan modelnya ayahnya memilih baju yang berwarna kuning. Wajah Santi menjadi masam. "Kok yang kuning sih.", protes Santi. Tapi bagaimana lagi. Sesuai perjanjian ia sudah memilih dua baju. Baju warna kuning merupakan salah satu baju yang ia pilih.

Rini membawa baju berwarna abu-abu dan putih. Ia berharap ayahnya memilih baju yang berwarna putih. Seperti Santi, ternyata ayahnya memilih baju yang tidak sesuai dengan pilihannya. Meskipun kecewa, Rini tidak menunjukkan perasaan kecewa. Ia hanya diam dan menerima keputusan ayahnya.

Dewi membawa dua buah baju. Berbeda dengan Santi dan Rini, Dewi percaya bahwa ayahnya akan memilihkan yang terbaik buatnya. Selama ini ia merasakan keputusan ayahnya selalu yang terbaik untuknya. Tentu ada banyak pertimbangan yang sudah dipikirkan oleh ayahnya yang tidak ia ketahui.

Baju apapun yang dipilih oleh ayahnya, Dewi merasa senang. Sebelum dipilihkan pun Dewi sudah merasa senang. Toh, faktanya ia mendapat baju baru. Sungguh aneh jika mendapat baju baru justru sedih atau kecewa.

Menyerahkan Keputusan Kepada Tuhan

Ilustrasi fiktif kisah Santi, Rini, dan Dewi mewakili level-level ke-tawakal-an seseorang. Tawakal artinya adalah mewakilkan urusannya kepada pihak lain. Contohnya adalah seseorang yang ingin berobat, tetapi tidak memahami ilmu kesehatan, ia akan pergi ke dokter. Ia mewakilkan urusan menyembuhkan dirinya kepada dokter yang ia anggap lebih faham.

Keputusan dokter tentang obat yang harus diminum, makanan yang dilarang, serta tindakan medis yang harus dilakukan seharusnya diserahkan kepada dokter. Karena dokter lebih faham, seharusnya ia bertawakal dengan keputusan dokter. Jika ia tidak setuju dengan keputusan dokter, maka ia harus mengambil risiko atas pilihannya.

Tawakal atau berserah diri dilakukan orang beriman kepada Allah SWT. Berserah diri atas keputusan Allah SWT bukan berarti tidak berikhtiar atau berusaha. Allah SWT menyuruh hambaNya untuk berusaha, namun hasil akhirnya tetap Allah SWT yang menentukan yang didapat hambaNya.

Sebagaimana kisah Bambang di atas. Bambang tetap menyuruh anak-anaknya memilih dua baju yang mereka suka. Meskipun keputusan baju yang dibeli tetap di tangan Bambang. Tidak ada anaknya yang berkata, "Kalau begitu, ayah aja yang pilih. Toh keputusan akhir tetap di tangan ayah."

Nabi juga menyuruh untuk berikhtiar sebelum tawakal. Unta yang tidak diikat maupun yang diikat sama-sama bisa hilang. Yang di dalam kandang sekalipun bisa hilang dicuri orang. Semua terserah Allah SWT. Namun ikhtiar tetap dilakukan sebagaimana Nabi berpesan:
Ikatlah dulu untamu itu kemudian baru engkau bertawakal. (HR. At-Tirmidzi)

Tawakal Hanya Bisa Dilakukan dengan Iman

Tawakal merupakan bukti keyakinan bahwa keputusan Allah SWT adalah yang terbaik. Tindak lanjut dari tawakal adalah ridho dengan keputusan Allah SWT.

Para ulama mengatakan bahwa kunci mendapatkan keridhoan Allah SWT adalah melaksanakan perintah, menjauhi larang, dan ridho akan keputusan Allah SWT. Banyak yang mampu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan tetapi lupa untuk berusaha ridho dengan keputusan Allah SWT.

Contohnya dalam masalah rejeki. Manusia diminta untuk bekerja. Ada yang bekerja dengan keras namun hanya mendapat sedikit. Ada yang bekerja dengan santai tetapi mendapat keuntungan yang banyak. Sedahsyat apapun usaha, tetap pembagian rezeki di tangan Allah SWT.

Manusia terbagi minimal dalam tiga kelompok  saat menyikapi rezeki yang diterima. Ada yang tidak ridho dengan pembagian rezeki dan memilih untuk mengambil harta yang tidak halal. Ini seperti perbuatan Santi yang bermuka masam setelah pilihan ayahnya tidak sesuai dengan keinginannya.

Ada yang ridho dengan rezeki yang ia terima. Meskipun terasa kurang, ia tetap berusaha menerima keadaan dan tidak melakukan hal-hal yang dilarang Allah SWT. Ini seperti perbuatan Rini, meskipun kecewa dengan pilihan ayahnya, ia tetap ridho tanpa mengeluh atau bermuka masam.

Ada yang bukan hanya ridho, tetapi senang dengan berapapun rezeki yang ia terima. Mau kurang atau lebih, mereka tetap senang. Inilah kelompok yang istimewa. Inilah tingkat tawakal yang tertinggi. Sebagaimana sikap Dewi dalam kisah di atas.

Mereka meyakini bahwa pilihan Allah SWT tentu lebih baik dari pada pilihannya sendiri. Seperti ucapan Ali bin Abi Thalib terkait doa yang tidak terkabul. (baca https://www.lembarnasihat.com/2023/09/merantau-menjalani-skenarionya.html )

Merasa bahagia dengan pilihan Allah SWT meskipun tidak sesuai dengan pilihan tentu hal yang sulit. Bayangkan, jodoh yang dikejar ternyata milik orang lain, pekerjaan yang diincar ternyata tidak didapat, mutasi yang ditunggu ternyata tidak sesuai harapan, anak yang dicintai lebih dahulu berpulang.

Berlatih Menerima Semua Keputusan Allah SWT

Hanya orang-orang istimewa yang mampu bahagia dengan keputusan Allah SWT yang berbeda dengan pilihannya. Ketika mereka sakit, mereka berkata," Lihatlah Allah SWT sedang menghapus dosa-dosaku." Ketika mereka mendapat musibah, mereka berkata," Lihatlah Allah sedang menegurku karena lalai mengingatNya." Ketika tidak memiliki harta mereka berkata, "Allah ingin memperingan hisabku di pengadilan akhirat.

Mereka yakin Allah Maha Bijaksana. Itu yang membuat mereka istimewa. Itu yang membuat mereka lebih dicintai Allah SWT daripada manusia-manusia lainnya.

Menerima semua keputusan Allah SWT bukan hal yang mudah. Salah satu doa yang diajarkan Nabi ketika mendapat hal yang tidak sesuai keinginan adalah "Hasbiyallāhu wa ni‘mal wakīl" (Cukuplah Allah bagiku dan Ia sebaik-baik Wakil). Ucapan yang merupakan kepasrahan atas semua keputusan Allah SWT.

Wallahu a'lam bishshowab
Lebih lamaTerbaru

Posting Komentar

Translate