Suatu hari sahabat penulis bercerita tentang peristiwa yang membuatnya kesal. Istrinya bangun tidur dan langsung memasang muka masam. Melihat wajah istrinya yang sedang marah ia segera mengingat-ingat apa kesalahannya? Memutar memori peristiwa yang sudah terjadi sejak tadi malam.
Setelah tidak berhasil menemukan jawabannya, ia bertanya kepada istrinya kenapa ia marah. Istrinya menjawab bahwa ia marah karena ia mimpi suaminya nikah lagi. Mendengar jawaban tersebut, ganti suaminya yang sewot. "Kamu yang mimpi kok marahnya ke aku?"
Sebenarnya istrinya juga menyadari bahwa itu hanya mimpi. Suaminya tidak melakukan apa-apa dan tidak ada hubungannya dengan mimpinya. Namun, karena mimpi tersebut benar-benar menjengkelkan dan terasa seperti kenyataan, ia tidak dapat menahan rasa marahnya.
Suasana di dalam mimpi terasa begitu nyata. Seseorang tidak akan bisa membedakan apakah yang ia alami adalah mimpi atau nyata sampai ia terbangun. Ada yang berkata, “Kalau lagi bingung ini mimpi atau nyata, cubit aja tangan. Kalau tidak terasa sakit berarti kita lagi mimpi.” Padahal jangankan cubitan, semua rasa baik pahit, manis, sakit, dan nikmat bisa dirasakan di alam mimpi.
Beberapa ulama menyatakan bahwa pada hakikatnya manusia yang hidup di dunia itu tertidur. Ketika mereka mati, saat itulah mereka terbangun dari tidurnya (an-naasu niyaam, idzaa maatuu intabahu). Kenapa kehidupan di dunia dianggap sedang tertidur? Kenapa berada di alam setelah kematian dianggap kehidupan yang sesungguhnya? Allah SWT berfirman:
Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan kalau mereka mengetahui. (QS Al-Ankabut ayat 64)Kehidupan manusia di alam dunia sangat singkat. Manusia melewati kehidupan di alam kandungan setelah ditiupkan ruh. Setelah itu ia akan hidup di alam dunia saat dilahirkan. Kemudian ia akan pindah ke alam barzakh (kuburan) ketika meninggal dunia. Selanjutnya pada hari kiamat manusia akan masuk ke alam akhirat.
Kehidupan di alam dunia yang sekitar enam puluh sampai tujuh puluh tahun terasa sangat panjang. Namun, dibandingkan dengan lamanya berada di dalam alam barzakh yang bisa ribuan tahun, alam dunia terasa singkat. Apa lagi jika dibandingkan dengan alam akhirat yang abadi.
Di dalam Al-Quran diceritakan bahwa ketika seseorang berada di akhirat, ia akan merasa hidupnya di dunia begitu singkat. Serasa waktu sore hari atau pagi saja. Allah SWT berfirman:
Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari. (QS. An-Naziat ayat 46)
Berapa lama waktu sore? Jika definisi waktu sore adalah waktu antara sholat ashar sampai dengan sholat maghrib, maka hanya berkisar tiga jam. Berapa lama waktu pagi? Jika definisi pagi adalah sejak matahari terbit sampai jam 09.00, maka pagi pun sekitar tiga jam saja.
Singkatnya kehidupan dunia membuat para pujangga menyebutkan bahwa dunia adalah “panggung sandiwara”. Ada yang berperan sebagai raja, pengusaha, jenderal atau jabatan lainnya. Peran di dalam sandiwara hanyalah main-main saja dan bukan keadaan sesungguhnya.
Seseorang yang menjadi raja di dalam sandiwara sesungguhnya bukan raja. Ia bertindak menjadi raja karena perintah sutradara. Jabatan sebagai raja hanya sementara. Begitu sutradara menyatakan “cut”, maka ia tidak lagi menjadi raja.
Seseorang yang menjalani peran sebagai raja di dalam sandiwara mengetahui bahwa jabatan yang ia lakoni sesungguhnya hanya main-main saja. Ia sadar bahwa ia bukanlah raja. Oleh karenanya ia tidak begitu sedih ketika perannya sebagai raja usai.
Kehidupan di dunia diumpamakan sebagai sandiwara karena dibandingkan kehidupan akhirat yang panjang, kehidupan dunia seperti permainan belaka. Allah SWT berfirman:
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.(QS Al-Ankabut ayat 64)
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (QS. Al-Hadid ayat 20)Ada beberapa persamaan antara panggung sandiwara dengan kehidupan di dunia. Persamaan yang pertama adalah aktor di panggung sandiwara dan manusia di dunia hakikatnya tidak memiliki properti yang mereka pakai. Pemain sandiwara mengetahui bahwa properti yang ia pakai adalah milik produser. Kostum, meja, laptop, dan alat-alat yang ada di atas panggung bukan miliknya.
Begitu juga dengan manusia di dunia. Pada hakikatnya harta dan jabatan yang melekat padanya adalah milik Allah SWT. Ia hanya dipinjami dan harus siap ketika diambil kembali.
Perbedaannya adalah pemain sandiwara dengan mudah mengembalikan semua properti karena ia ingat bahwa itu bukan miliknya. Sedangkan manusia di dunia sering lupa bahwa hartanya bahkan dirinya adalah milik Allah SWT. Ketika ia kehilangan sesuatu yang selama ini ia kuasai, ia merasa sedih.
Perbedaannya adalah pemain sandiwara dengan mudah mengembalikan semua properti karena ia ingat bahwa itu bukan miliknya. Sedangkan manusia di dunia sering lupa bahwa hartanya bahkan dirinya adalah milik Allah SWT. Ketika ia kehilangan sesuatu yang selama ini ia kuasai, ia merasa sedih.
Itulah sebabnya ketika kehilangan hal yang dicintainya, seorang muslim dianjurkan mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un (sesungguhnya kita adalah milik Allah dan semuanya akan kembali pada Allah SWT).
Persamaan yang kedua adalah pemain sandiwara dan manusia di dunia sama-sama menjalani peran yang ditugaskan. Manusia di dunia memiliki peran yang telah dipilihkan oleh Allah SWT kepada dirinya. Ada yang menjadi pejabat ada pula yang menjadi rakyat jelata. Ada yang memiliki wajah yang cantik ada pula yang memiliki wajah biasa. Ada yang menjadi orang yang kaya, ada pula yang diberi rezeki yang terbatas.
Perbedaannya adalah pemain sandiwara lebih mudah menerima peran yang diberikan sutradara karena merasa hanya sementara. Sedangkan manusia di dunia ada yang tidak bisa menerima peran yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Meskipun perannya di dunia jika dibandingkan dengan kehidupannya di akhirat hanya selama waktu sore atau pagi saja.
Setiap peran di dunia memiliki kelebihan masing-masing. Allah SWT telah memilihkan peran untuk manusia sebagaimana ayat berikut:
Persamaan yang kedua adalah pemain sandiwara dan manusia di dunia sama-sama menjalani peran yang ditugaskan. Manusia di dunia memiliki peran yang telah dipilihkan oleh Allah SWT kepada dirinya. Ada yang menjadi pejabat ada pula yang menjadi rakyat jelata. Ada yang memiliki wajah yang cantik ada pula yang memiliki wajah biasa. Ada yang menjadi orang yang kaya, ada pula yang diberi rezeki yang terbatas.
Perbedaannya adalah pemain sandiwara lebih mudah menerima peran yang diberikan sutradara karena merasa hanya sementara. Sedangkan manusia di dunia ada yang tidak bisa menerima peran yang ditakdirkan oleh Allah SWT. Meskipun perannya di dunia jika dibandingkan dengan kehidupannya di akhirat hanya selama waktu sore atau pagi saja.
Setiap peran di dunia memiliki kelebihan masing-masing. Allah SWT telah memilihkan peran untuk manusia sebagaimana ayat berikut:
Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Ankabut ayat 62)Mungkin ada yang bertanya apa kelebihannya mendapat peran orang yang diberikan keterbatasan harta? Manusia sering berburuk sangka.
Allah SWT lebih mengetahui mana yang lebih baik untuk seseorang. Ada yang lebih mudah masuk surga jika ia kaya. Namun, ada pula yang lebih mudah masuk ke surga jika diberikan keterbatasan harta. Orang yang memiliki keterbatasan harta mendapatkan pahala yang lebih besar ketika ia berinfak dibandingkan orang yang kaya yang berinfak dalam jumlah yang sama.
Miskin dan kaya adalah ujian yang akan diberi balasan di akhirat. Adakala seseorang tidak mampu menghadapi ujian kekayaan. Kekayaan yang diberikan tidak membawanya menjadi orang yang dermawan tetapi justru membuatnya semakin tamak. Adakalanya kekayaan merusak anggota keluarganya. Menjadi kaya membuat anak-anaknya menjadi sombong dan terbiasa hidup berfoya-foya.
Rezeki tidak akan tertukar dan tidak akan terlambat datangnya. Jika perannya di dunia sebagai hartawan, saatnya akan tiba. Namun, jika ternyata peran yang diterima adalah sebaliknya, tidak mengapa. Toh ini hanya panggung sandiwara.
Wallahu a’lam bisshowab
Miskin dan kaya adalah ujian yang akan diberi balasan di akhirat. Adakala seseorang tidak mampu menghadapi ujian kekayaan. Kekayaan yang diberikan tidak membawanya menjadi orang yang dermawan tetapi justru membuatnya semakin tamak. Adakalanya kekayaan merusak anggota keluarganya. Menjadi kaya membuat anak-anaknya menjadi sombong dan terbiasa hidup berfoya-foya.
Rezeki tidak akan tertukar dan tidak akan terlambat datangnya. Jika perannya di dunia sebagai hartawan, saatnya akan tiba. Namun, jika ternyata peran yang diterima adalah sebaliknya, tidak mengapa. Toh ini hanya panggung sandiwara.
Wallahu a’lam bisshowab



Posting Komentar