UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Nggak Boleh?



Libur panjang Hari Raya Iedul Fihtri menimbulkan gelombang arus mudik di Indonesia. Di negara-negara lain, gelombang mudik terjadi pada hari-hari yang berbeda. Di China arus mudik terjadi pada tahun baru Imlek. Di Amerika arus mudik ada pada hari-hari Thaksgiving.

Di Indonesia dan beberapa negara mayoritas Muslim, liburan terpanjang ada pada hari raya ied. Dari pada bengong liburan tanpa kegiatan, banyak yang memilih berkumpul bersama keluarga tercinta. Mending mudik agar dapat memeluk dan melepas rindu keluarga yang dicintai.

Arus mudik ke kampung halaman menjadi sebab bertemunya seseorang dengan keluarga besar, teman-teman semasa kecil, dan para tetua kampung. Kesempatan yang langka, yang digunakan untuk meminta maaf dan ridho atas peristiwa di masa lampau.

Mengapa banyak yang mengambil momen untuk meminta maaf pada hari raya Iedul Fithri? Meminta maaf menjadi lebih mudah dengan adanya momen lebaran.
Yang pertama itu sudah menjadi tradisi di Indonesia. Kedua, saat hari lebaran, seseorang dalam keadaan berbahagia karena bertemu keluarga besarnya. Perasaan bahagia lebih mudah untuk memberikan maaf. Ketiga, saat beribadah dengan intens selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan, hati menjadi lembut dan bersih sehingga lebih besar kemungkinan mendapatkan maaf.

Meskipun demikian ada yang mempertanyakan tradisi "meminta maaf di hari lebaran". Mereka mengatakan "tidak ada contoh dari Nabi". Mereka menganggap amalan yang mendekati bid'ah. Kata mereka tidak ada tradisi saling meminta maaf saat bertemu setelah Ramadhan. Yang ada hanyalah saling mendoakan agar amalan Ramadhan diterima.

Istilah halal bil halal memang tidak ada di zaman Nabi. Namun, bukankah membuat "larangan-larangan" terhadap tradisi yang tidak melanggar Al-Quran dan hadits juga merupakan perbuatan bid'ah. Nabi tidak pernah menyatakan haramnya melakukan tradisi saling meminta maaf setelah berpuasa Ramadhan.

Ketakutan berlebihan terhadap bid'ah atau menambah-nambah ajaran dalam agama adalah hal yang wajar. Tindakan waspada terhadap bid'ah adalah hal yang penting. Sejarah telah menceritakan banyaknya penyimpangan dalam agama ketika Nabi yang menyampaikan risalah telah wafat.

Sejarah telah menceritakan umat-umat yang menambah-nambah ajaran agama ketika Nabinya wafat. Para pemeluk agama sangat tergantung kepada orang-orang yang dianggap suci. Orang-orang yang dianggap suci tersebut kemudian membuat aturan-aturan yang merubah agama.

Ayat Al-Quran juga menceritakan tentang "Orang-orang suci" bani Israil yang merubah isi dari kitab yang diwariskan oleh Nabi mereka:

Sesungguhnya di antara mereka (Bani Israil) ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya (ketika membaca) Alkitab agar kamu menyangka (yang mereka baca) itu sebagian dari Alkitab. Padahal, itu bukan dari Alkitab. Mereka berkata, “Itu dari Allah.” Padahal, itu bukan dari Allah. Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, sedangkan mereka mengetahui. (QS. Ali Imran ayat 78)

Jangankan saat Nabinya sudah wafat berpuluh-puluh tahun, Bani Israil bahkan sudah berani menambah-nambah agama saat Nabi mereka, Nabi Musa, masih hidup. Bani Israil menyembah patung sapi yang dibuat oleh Samiri saat Nabi Musa pergi menghadap Tuhannya selama empat puluh hari.

Betapa marahnya Nabi Musa setelah kembali, menemukan umatnya melakukan ibadah yang tidak diperintahkan bahkan melanggar aturan agama. Padahal saat itu Nabi Harun terus mendampingi mereka. Nabi Musa kemudian memegang janggut Nabi Harun sambil berkata yang diabadikan di dalam Al-Quran:
Hai Harun, apa yang menghalangi kamu ketika kamu melihat mereka telah sesat, (sehingga) kamu tidak mengikuti aku? Maka apakah kamu telah (sengaja) mendurhakai perintahku? (QS Thaha ayat 92-93)
Nabi Muhammad SAW telah berpesan untuk berhati-hati dalam agama agar tidak muncul ajaran baru yang berbeda dengan yang telah diajarkannya:
Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak. (HR. Bukhari)
Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak. (HR. Muslim)
Permasalahannya adalah, perkembangan kehidupan muncul hal-hal baru yang tidak sama persis dengan kondisi yang ada pada zaman Nabi. Perbedaan penafsiran menimbulkan perbedaan sikap terhadap hal yang baru.

Dulu ada yang membid'ahkan seseorang yang berceramah dengan menggunakan mikrofon untuk pengeras suara. Buat apa seseorang menggunakan pengeras suara saat berceramah pikirnya.

Kebetulan yang menganggap bid'ah berceramah menggunakan pengeras suara tersebut menggunakan kacamata. Syaikh As Sa’di kemudian berkata kepadanya, "Wahai saudaraku, bukankah kamu tahu bahwa kaca mata dapat membuat sesuatu yang jauh menjadi dekat dan memperjelas pandangan. Demikian juga halnya pengeras suara, dia memperjelas suara, sehingga seorang yang jauh dapat mendengar, para wanita di rumah juga bisa mendengar dzikrullah dan majlis-majlis ilmu. Jadi mikrofon merupakan kenikmatan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kita, maka hendaknya kita menggunakannya untuk menyebarkan kebenaran.”

Saat ini, menggunakan mikrofon sudah menjadi hal yang lazim. Berbeda dengan dulu ketika mikrofon adalah barang yang langka. Tidak ada lagi masjid yang dianggap bid'ah atau aneh karena menggunakan mikrofon.

Itu baru masalah mikrofon, bagaimana dengan donor mata dari jenazah yang berlawanan dengan hadits larangan merusak mayat? Bagaimana dengan pengembalian pinjaman utang yang ditambah karena adanya inflasi?

Perbedaan apakah suatu amalan yang tidak diajarkan Nabi Muhammad SAW adalah bid'ah atau bukan sudah terjadi sejak lama. Bahkan di generasi awal, di masa shahabat, perbedaan pendapat sudah terjadi.

Saat Abu Bakar menjadi khalifah, ia memutuskan untuk mengambil tindakan tegas kepada kaum yang tidak mau membayar zakat. Tindakan ini membuat bingung Umar bin Khatab. Di zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, sudah ada orang yang tidak membayar zakat. Namun, Nabi membiarkannya saja tanpa memberikan hukuman.

Bagi Umar bin Khatab, mengambil tindakan tegas terhadap kaum yang tidak membayar zakat adalah hal yang baru dan bertentangan dengan cara yang diajarkan Nabi Muhammad SAW. Setelah melakukan perdebatan dengan Abu Bakar, Umar kemudian menyadari bahwa tindakan yang dilakukan Abu Bakar sangat tepat.

Situasi dan kondisi yang dialami saat pemerintahan Abu Bakar berbeda dengan situasi dan kondisi yang ada pada zaman Rasulullah SAW. Beberapa kaum sengaja tidak membayar zakat karena mereka sesungguhnya sedang merintis gelombang pemurtadan.

Perbedaan pendapat juga muncul saat Umar bin Khatab ingin mengumpulkan para penghafal Al-Quran untuk bersama-sama menulis Al-Quran. Ia minta Abu Bakar sebagai khalifah mewujudkan proyek penulisan Al-Quran tersebut.

Abu Bakar merasa itu adalah hal yang tidak diajarkan oleh Rasulullah SAW. ia bertanya kepada Umar, "Bagaimana aku melakukan hal yang tidak dilakukan Rasulullah SAW?" Setelah Umar menjelaskan semakin sedikitnya umat yang mampu menghafal seluruh kitab Al-Quran, Abu Bakar mengakui bahwa usulan Umar sangat tepat.

Ibadah terbagi dua yaitu mahdhoh dan ghairu mahdhoh. Ibadah Mahdhoh telah ditentukan secara detil tata caranya seperti sholat, zakat, dan haji. Yang sering menimbulkan perdebatan adalah ibadah ghairu mahdhoh.

Ibadah ghoiru mahdhoh adalah ibadah yang tidak didetilkan secara khusus tata caranya oleh Nabi Muhammad SAW. Yang penting itu perbuatan ma'ruf dan tidak melanggar agama. Contoh ibadah ghairu mahdhoh adalah berbakti kepada orang tua. Caranya bebas, yang penting orang tua bahagia dan tidak melanggar Al-Quran dan Hadits.

Tradisi-tradisi di masyarakat, ada yang tidak dicontohkan oleh Nabi. Tradisi tersebut termasuk dalam ibadah ghairu mahdhoh seperti merayakan isra mi'raj, maulid Nabi, saling meminta maaf saat lebaran, dan bersalaman setelah sholat. Ada yang secara keras melarang bahkan menuduh pelaku bid'ah kepada pelakunya.

Bagaimana jika ternyata di pengadilan akhirat ternyata itu bukan perbuatan bid'ah? Bukankah melarang tradisi-tradisi tersebut bisa jadi malah menambah-nambah aturan agama baru?

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

  1. Masya Allah baru sadar saya ustadz begitu banyak kesalahpahaman tentang bidah ini. Jazakumullah Khoiron katsiro Ustadz

    BalasHapus
Translate