UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Memilih dengan Jujur dan Jadilah Pahlawan





Setiap daerah, dalam lima tahun sekali, akan memilih para pemimpin daerah seperti Gubernur, Bupati, dan Walikota. Beberapa daerah akan melaksanakannya pada tanggal 27 November 2024. Bagi sebagian masyarakat, momen tersebut selain merupakan pesta demokrasi, juga merupakan kesempatan untuk mendapat “Serangan Fajar”. Dengan kalimat yang lebih halus, terkadang diplesetkan dengan istilah “Sedekah Subuh”.

Jika penerima “Serangan Fajar” tetap bisa memilih calon pemimpin yang menurutnya adil dan bijaksana tentu tidak masalah. Namun, jika mereka tidak lagi bebas menggunakan hak pilihnya karena terpaksa memilih mereka yang telah memberi uang, maka salah satu asas Pemilu yaitu “bebas” menjadi tidak terlaksana.

“Ah, siapapun yang terpilih nggak pengaruh buat saya." Bagi beberapa orang, siapa pun yang terpilih mungkin tidak ada pengaruh yang signifikan. Tapi bagi para dhuafa, bantuan pemerintah berupa bea siswa, tunjangan kesehatan, dan subsidi pemerintah lainnya sangatlah berarti.

Terpilihnya pemimpin yang tidak adil bisa membuat dana sosial yang tersedia menjadi berkurang karena digunakan untuk kepentingan pemimpin. Pemimpin yang zhalim lebih memilih proyek-proyek yang bisa digunakan memperkaya kroninya daripada membantu kaum lemah. Daripada mengalokasikan dana ke banyak dhuafa yang sulit untuk dipungut, mending memperbanyak proyek yang membuat pemimpin mendapat banyak “hadiah” dari pemenang proyek.

“Ah, sama saja, semua calon pemimpinnya sebelas dua belas aja. Hanya beda sedikit" Sebagian orang malas memilih dengan alasan kualitas para calon tidak berbeda jauh. Sikap apatis ini yang membuat angka tidak menggunakan hak pilih tinggi.

Padahal meskipun sedikit perbedaan yang ada, tapi dengan posisinya yang strategis, sedikit tindakan bisa memiliki pengaruh yang banyak. Dan secara nasional negara akan menjadi lebih baik jika semua pemimpin daerahnya adalah orang-orang yang adil.

Pemilihan pada satu sisi bisa dilihat sebagai persaksian. Negara meminta kepada masyarakat untuk memberi kesaksian siapakah yang paling layak memimpin suatu daerah. Suara yang dicoblos menjadi bukti kesaksian bahwa ia adalah calon yang terbaik dibandingkan calon-calon lainnya.

Tentu saja masyarakat hanya bisa menilai sesuai dengan info yang mereka miliki. Mereka bersaksi bahwa menurut mereka calon pemimpin yang adil dan bijaksana adalah yang mereka pilih. Tidak masalah jika masyarakat berbeda pilihan karena info yang beredar bisa berbeda-beda. Indikator pemimpin yang baik juga berbeda-beda tergantung sudut pandang

Jika calon yang dipilih sesuai dengan pengetahuan atau info yang selama ini dimiliki maka pemilih telah berlaku jujur. Jika pemilih, karena diberi uang, justru memilih calon yang berdasarkan info yang ia ketahui sebenarnya tidak lebih layak untuk memimpin maka ia telah bersaksi palsu. Ia tidak jujur dengan persaksiannya. Padahal orang beriman diminta berlaku jujur sebagaimana Allah SWT berfirman:
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (bersaksi atau jujur tentang kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan, (QS. Al-Maidah ayat 8)
Ketidakjujuran dalam bersaksi akan merugikan pihak yang benar. Misalnya ada seseorang yang tidak mau membayar utangnya, maka pemberi pinjaman akan membawanya ke pengadilan. Jika saksi ternyata berdusta dan membela peminjam, maka pemberi pinjaman akan merugi.

Dalam kasus lain, jika saksi sengaja tidak mau hadir, maka hakim akan menganggap utang tersebut tidak ada. Itu sebabnya saksi di dalam Al-Quran saksi atas utang piutang diminta tidak boleh malas memberikan kesaksian. Meskipun memberi kesaksian tidak menguntungkan dirinya, tetapi memberi kesaksian akan menghindarkan pemberi pinjaman terzhalimi. Allah berfirman:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai (utang) untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu membacakan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu membacakan, maka hendaklah walinya membacakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil... (QS.Al-Baqarah ayat 282)

Dalam kasus utang piutang, saksi yang enggan datang akan merugikan pemberi pinjaman. Dalam kasus persaksian dalam pemilihan umum, pihak yang mengalami kerugian secara khusus adalah kaum dhuafa. Sebenarnya semua rakyat mengalami kerugian karena pembangunan menjadi tidak maksimal.

Pemilihan pemimpin menjadi sangat penting karena selain menentukan kesejahteraan, pemimpin juga menjadi penentu akhlak masyarakat. Pemimpin yang berakhlak akan memberantas semua penyakit masyarakat. Tidak boleh ada perjudian, minuman keras, pelacuran, di wilayah yang ia pimpin.

Umar bin Khatab adalah contoh pemimpin yang sangat peduli dengan akhlak rakyatnya. Ia sering blusukan ke tengah-tengah masyarakat. Selain untuk memastikan masyarakatnya sejahtera, ia sangat peduli dengan akhlak masyarakatnya.

Suatu hari Umar bertemu dengan penggembala domba yang sedang menunggu domba-domba milik tuannya. Karena belum ada media sosial, penggembala tidak mengetahui bahwa orang yang berada di hadapannya adalah Umar bin Khatab yang terkenal sebagai pemimpin yang adil.

Umar mengujinya dengan menyuruh penggembala tersebut untuk menjual domba tuannya kepadanya. Toh dengan jumlah domba yang banyak, tuannya tidak akan sadar bahwa ada dombanya yang dijual oleh si gembala.

Penggembala tersebut marah dan mengatakan kepada Umar bin yang Khatab bahwa tuannya memang tidak melihat tetapi Allah SWT melihat perbuatannya. “ Wa aina Allah?” kata gembala. Umar menangis bahagia karena masyarakatnya yang selevel gembala pun sangat jujur. Jika terhadap akhlak rakyatnya yang hanyalah seorang gembala Umar bin Khatab sangat peduli, tentu terhadap kejujuran pejabat-pejabatnya Umar lebih peduli.

Pentingnya memiliki pemimpin yang adil membuat Fudhail bin ‘Iyadh, seorang ulama berkata:
Seandainya aku memiliki doa yang mustajab, aku akan tujukan doa tersebut pada pemimpinku.” Ada yang bertanya pada Fudhail, “Kenapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Jika aku tujukan doa tersebut pada diriku saja, maka itu hanya bermanfaat untukku. Namun jika aku tujukan untuk pemimpinku, maka rakyat dan negara akan menjadi baik.” (Hilyatul Auliya’)

Jika suatu daerah mengalami kemajuan maka salah satu penyebabnya adalah mereka memiliki pemimpin yang adil dan bijaksana. Pemimpin tersebut terpilih karena jasa para pahlawan yang peduli dan rela mendatangi bilik suara. Para pahlawan yang dengan jujur telah memberikan suaranya. Siapkah Anda menjadi pahlawan tersebut?

Wallahu a'lam bishshowab

Posting Komentar

Translate