UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Senjata Pemusnah Massal Setan

 

Di dalam peperangan dikenal senjata pemusnah massal (Weapons of mass destruction). Senjata ini dapat berupa senjata nuklir, senjata kimia, atau senjata biologis. Contoh senjata pemusnah masal adalah dua buah bom yang dijatuhkan di Jepang pada Perang Dunia II.

Bom yang diberi nama Little Boy dijatuhkan di Hiroshima sedangkan bom yang dijatuhkan di Nagasaki memiliki julukan Fat Man. Puluhan ribu warga Nagasaki dan Hirosima tewas. Jepang langsung mengumumkan menyerah dalam perang.

Senjata pemusnah massal dianggap senjata yang jahat karena menimbulkan kerusakan yang luar biasa. Anak kecil, orang tua, hewan, tumbuhan, semuanya musnah. Yang bertahan hidup pun menjadi cacat.

Saat ini penggunaan senjata pemusnah massal telah dilarang berdasarkan perjanjian beberapa negara. Penggunanya bisa dianggap sebagai penjahat perang yang harus dihukum.

Target Utama Setan Terhadap Manusia

Di dalam pertempuran antara manusia dan setan, ada "senjata pemusnah massal" yang sering digunakan. Target utama setan bukan membunuh manusia. Target utama setan adalah berusaha sebanyak-banyaknya memasukkan manusia ke dalam neraka. Merubah cara berpikir manusia yang tadinya adalah hamba Allah menjadi hamba dunia lebih penting bagi setan.

"Senjata pemusnah massal" yang sering digunakan setan adalah media sosial. Dengan menggunakan media sosial, banyak manusia yang berubah cara berpikirnya. Perang pemikiran yang dilancarkan oleh setan menimbulkan banyak "korban" yang berjatuhan.

Setan menggunakan media sosial untuk melancarkan program-programnya. Setan menggunakan media sosial untuk menggencarkan sex bebas, melalaikan manusia untuk beribadah dengan gemerlapnya, serta nilai-nilai lain yang merusak akhlak. Media sosial yang menampilkan berbagai macam kehidupan manusia juga bisa menimbulkan efek iri, dengki, tidak bersyukur, benci, sombong, marah, dan lain-lain.

Memang contoh kehidupan di media sosial yang baik juga bisa memotivasi untuk menjadi lebih baik. Namun, rumus yang digunakan di media adalah "bad news is good news". Rumus yang juga dipegang para jurnalis. Berita "buruk" lebih mudah viral daripada berita "baik".

Terjatuh dalam Perbuatan Riya

Salah satu efek dari media sosial adalah riya. Mula-mula seseorang menceritakan kenikmatan atau kelebihan yang ia dapatkan di status akunnya. Tujuan awalnya hanya berbagi kebahagiaan dan ekspresi dari perasaan bersyukur. Satu demi satu orang memberikan komentar. Komentar kekaguman yang diberikan membuat pemilik status menjadi senang.

Rasa senang atas kekaguman yang diberikan berkali-kali secara tidak sadar merubah pemilik status menjadi narsis. Narsis adalah salah satu gangguan kepribadian berupa perasaan memiliki rasa harga diri yang tinggi. Mereka selalu mencari perhatian, serta ingin dikagumi orang lain.

Pemilik status menjadi lebih sering menampilkan hal-hal terkait dirinya untuk mendapatkan kekaguman. Orientasi dia tidak lagi rasa bersyukur atas nikmat yang diberikan, tetapi lebih karena mengharapkan pujian kekaguman. Ia menjadi sangat takut mendapatkan celaan atau komentar miring di statusnya. Muncullah bibit-bibit riya di dalam hatinya.

Ketika riya telah menguasai hati seseorang, maka penggerak utama seseorang berbuat sesuatu adalah karena manusia. Ia lebih takut pandangan manusia daripada pandangan Allah SWT. Ia lebih takut dicela manusia daripada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW bersabda:

"Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, “Apa itu syirik kecil, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “(Syirik kecil adalah) riya. Allah Ta’ala berkata pada mereka yang berbuat riya pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka: ‘Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?’" (HR. Ahmad)

Ibnu Atha'illah As-Sakandari di dalam kitab Al-Hikam berkata:
Tutup Allah itu terbagi dua, yang pertama tertutup dari berbuat dosa dan yang kedua tertutup dalam perbuatan dosa. Manusia pada umumnya minta kepada Allah supaya ditutupi dalam perbuatan dosa, karena kuatir jatuh kedudukannya dalam pandangan sesama manusia, tetapi orang-orang yang khusus minta kepada Allah, supaya ditutupi daripada dosa, jangan sampai berbuat dosa karena takut jatuh dari pandangan Allah. (Kitab Al Hikam)
Orang-orang awam yang takut direndahkan oleh manusia akan berdoa, "Yaa Allah, tutupilah dosa-dosaku agar tidak dilihat oleh manusia." Sedangkan orang-orang yang khusus akan berdoa, "Yaa Allah, tutupilah aku agar tidak bisa berbuat dosa."

Orang-orang awam lebih takut pandangan manusia daripada dosanya sendiri. Ia lebih malu kepada manusia daripada kepada Allah SWT. Sedangkan orang-orang khusus lebih takut berbuat dosa karena merasa malu kepada Allah SWT.

Perlunya tetap Berbaik Sangka

Media sosial memang menjadi senjata pemusnah massal bagi setan. Media sosial sangat mudah  merubah orang menjadi narsis yang berujung riya. Meski demikian bukan berarti semua yang aktif di media sosial sudah pasti riya. Bisa jadi mereka adalah orang-orang yang justru berusaha keras untuk mengajak kepada kebaikan.

Mereka yang memasang status umroh bisa jadi karena ingin mengajak orang lain untuk berangkat umroh. Mereka yang menampilkan raihan target membaca Al-Quran bisa jadi karena ingin memotivasi untuk membaca Al-Quran. Mereka yang berfoto saat memberikan donasi bisa jadi ingin lebih banyak lagi orang yang mau menjadi donatur.

Manusia tidak bisa menilai hati seseorang. Konon malaikat pun tidak bisa melihat dan mengukur keikhlasan seseorang. Ada manusia yang berdasarkan catatan malaikat adalah orang yang rajin bersedekah, ternyata Allah SWT tolak sedekahnya karena ia bersedekah untuk mencari pujian manusia.

Hanya Allah SWT yang bisa mengetahui niat seseorang. Ikhlas atau riya tidak bisa dinilai atau diketahui oleh manusia karena letaknya yang berada di dalam hati. Bahkan bisa jadi seseorang tidak sadar bahwa dirinya riya.

Seorang ustadz pernah mengatakan bahwa seseorang yang menginginkan saat wafat banyak yang menghadiri pemakamannya itu menjadi tanda ada bibit riya di dalam hatinya. Ia ingin dihormati dan dikagumi karena banyaknya yang hadir saat wafat. Orang yang menginginkan hal tersebut harus hati-hati dan mulai mengevaluasi niatnya.

Oleh karena ikhlas tidak bisa diukur, perlu berbaik sangka. Dari sisi yang melihat status, saat melihat orang beramal kebaikan di media sosial, berhusnudzhon lebih diutamakan. Mendoakan agar ia istiqomah dan ikhlas lebih baik daripada menyangkanya berbuat riya. Berusaha mencintainya dengan keyakinan bahwa ia sedang memotivasi orang lain.

Dari sisi orang yang beramal dan memasang status di media sosial, ia perlu lebih waspada atas bisikan setan. Perlu mengevaluasi niatnya sebelum memasang status.

Jika ia yakin niatnya untuk mengajak dan memotivasi orang lain maka teruskan. Media sosial membutuhkan banyak orang baik yang memberikan inspirasi. Jangan berhenti berjuang karena takut riya.

Jika ia merasakan niatnya berubah untuk mendapatkan pujian dari manusia, sudah saatnya ia berhenti. Sudah saatnya ia menghindar dari "senjata pemusnah massal" setan. 

Wallahu a'lam bishshowab

Posting Komentar

Translate