UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Hari-Hari untuk Mendekat kepada Allah

   

Rini mempersiapkan makanan kecil untuk teman-temannya yang akan datang ke rumah. Ia menggoreng tempe mendoan dan bakwan dengan bumbu yang istimewa. Saat mereka datang, tempe mendoannya diserbu dan dipuji-puji temannya. Tidak ada yang menyentuh bakwan Rini.

Secara tampilan bakwan Rini memang kurang menarik. Tidak seperti tempe mendoan yang dihiasi potongan daun bawang yang menggugah selera, bakwan yang digoreng tanpa cetakan, terlihat berantakan dengan ukuran yang berbeda-beda. Melihat tidak ada yang mau mengambil bakwannya, Rini kecewa.

Santi, salah seorang teman Rini, melihat raut wajah kecewa Rini yang menatap bakwannya. Ia kemudian berinisiatif mengambil satu bakwan untuk menghibur Rini. Ternyata kenikmatan bakwannya tidak kalah dibandingkan tempe mendoannya. Meskipun tampilannya tidak menarik, bakwannya gurih sekali.

Santi berkata, “Eh bakwannya enak sekali!” Perkataan Santi menyenangkan hati Rini. Perkataan Santi juga membuat yang lainnya mulai mengambil bakwan dan mengakui bahwa ternyata bakwannya sama enaknya dengan tempe mendoan. Rini senang sekali ketika teman-temannya mulai menghabiskan bakwannya.

Ilustrasi cerita di atas mungkin bisa menjadi perumpamaan yang bisa menjelaskan mengapa beramal di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah menjadi istimewa. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidak ada hari-hari di mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah Azza wa Jalla daripada hari–hari yang sepuluh ini (yakni sepuluh hari pertama Dzulhijjah)”. Para sahabat bertanya, “Tidak juga jihad di jalan Allah ? Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak juga jihad di jalan Allah, kecuali orang yang keluar mempertaruhkan jiwa dan hartanya, lalu tidak kembali dengan sesuatupun.” [HR Bukhari)
Allah SWT sangat cinta dan senang dengan amal-amal yang dilakukan pada tanggal 1 sampai dengan 10 Dzulhijah melebihi hari-hari lainnya. Kenapa amal-amal di tanggal 1 sampai dengan 10 Dulzhijah justru lebih Allah SWT cintai daripada amal-amal di hari bulan Ramadhan? Bukankah bulan Ramadhan adalah bulan yang dilipatgandakan amal? Wallahu a’lam.

Bisa jadi karena banyak yang melalaikan keisitimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah. Bagi yang beribadah haji, hari-hari pertama bulan Dzulhijah mereka penuhi dengan dzikir dan takbir. Terutama saat mereka berada di padang Arafah. Namun, bagi yang tidak sedang melaksanakan haji, suasana ibadah tersebut tidak begitu terasa.

Di bulan Ramadhan, banyak yang terpacu untuk beramal sholeh karena kentalnya suasana ibadah. Adanya puasa di siang hari serta sholat tarawih di malam hari akan membuat orang ingat bahwa hari-hari Ramadhan adalah hari-hari yang istimewa. Bagaimana tidak beramal sholeh sedangkan semua orang di kanan-kiri, depan belakang, asyik beribadah.

Berbeda dengan suasana sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah yang banyak dilalaikan orang. Seperti bakwan buatan Rini yang tidak dilirik sama sekali. Tidak banyak yang mengambil kesempatan menggunakan fasilitas yang Allah SWT berikan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah. Tadarus Quran yang biasanya ramai di masjid-masjid bulan Ramadhan, nyaris tidak terdengar di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah. Demikian juga i’tikaf yang biasanya marak di bulan Ramadhan.

Keistimewaan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah tidak kalah dibandingkan hari-hari di bulan Ramadhan. Bahkan beberapa ulama mengatakan bahwa siang hari sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah lebih mulia dari pada siang hari Ramadhan karena adanya hari Arafah. Sedangkan malam hari bulan Ramadhan lebih mulia dari pada malam hari sepuluh hari pertama Dzulhjah karena adanya Lailatul Qodar di bulan Ramadhan.

Allah SWT bersumpah dengan sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah di dalam Al-Quran pada surah Al-Fajr ayat 2 dan 3:
Dan malam yang sepuluh. Dan yang genap dan yang ganjil (QS. Al Fajr ayat 2-3)
Ibnu Abbas, sahabat Nabi yang dianggap paling memahami tafsir Al-Qur’an, mengatakan bahwa yang dimaksud dengan malam yang sepuluh adalah pada 10 hari pertama bulan Dzulhijah. Sedangkan ganjil (al-watr) adalah hari Arafah (9 Dzulhijah) dan yang genap (asy-syaf’u) adalah hari raya Idul Adha (10 Dzulhijah).

Bulan Ramadhan memiliki malam istimewa berupa Lailatul Qodar. Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah juga memiliki hari istimewa yaitu hari Arafah. Nabi bersabda terkait hari Arafah:
Tidak ada hari di mana Allah Azza wa Jalla membebaskan hamba dari neraka lebih banyak daripada hari Arafah, dan sungguh Dia mendekat lalu membanggakan mereka di depan para malaikat dan berkata, “Apa yang mereka inginkan?” (HR. Muslim)
Banyak yang sangat menginginkan bertemu Lailatul Qodar agar dapat memanjatkan doa di dalamnya. Hal ini didasari dengan keyakinan bahwa beribadah di Lailatul Qodar lebih baik daripada beribadah selama seribu bulan. Bagaimana dengan berdoa di hari Arafah? Nabi Muhammad SAW bersabda:
Sebaik-baik doa adalah doa hari Arafah, dan sebaik-baik ucapan yang aku dan para nabi sebelumku ucapkan adalah La ilaha illallah wahdahu la syarika lah, lahul mulku walahul hamdu wahuwa ‘ala kulli syaiin qadir. (HR. At-Tirmidzi)
Lailatul Qodar harinya tersembunyi di malam-malam bulan Ramadhan. Rasulullah SAW hanya memberikan isyarat bahwa Lailatul Qodar sangat mungkin ada di hari-hari ganjil di sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan.

Berbeda dengan Lailatul Qodar, hari Arafah sudah jelas jatuh pada tanggal 9 Dzulhijah. Ia tidak tersembunyi di sepuluh hari pertama bulan Dzulhjah sebagaimana Lailatul Qodar. Kaum Muslimin mendapatkan anugerah tanpa harus repot mengira-ngira kapan hari Arafah. Namun, karena begitu mudahnya menemukan hari Arafah, bisa jadi ini justru membuatnya terlihat tidak istimewa.

Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah yang istimewa, ditambah dengan mudahnya mendapatkan hari Arafah seharusnya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sayang sekali jika hidangan istimewa dari Allah SWT ini tidak dimanfaatkan.

Hadits di atas yang menyebutkan bahwa, “Tidak ada hari-hari di mana amal saleh di dalamnya lebih dicintai Allah...” mengisyaratkan bahwa Allah SWT sangat senang jika hambaNya beramal di hari-hari tersebut. Apakah hadits Nabi tersebut tidak cukup menyentak seorang hamba untuk menyenangkan Allah SWT?

Mereka yang mencintai biasanya selalu berusaha menyenangkan hati kekasihnya. Seperti halnya Santi dalam cerita di atas yang berusaha menyenangkan hati Rini, orang-orang beriman tentu akan bersemangat untuk membuat Allah SWT senang. Mereka akan berusaha memperbanyak amal di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah.

Amalan apa yang bisa dilakukan di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah? Amalan yang khusus adalah berpuasa Arafah yang dapat menghapus dosa tahun lalu dan tahun yang akan datang. Amalan ini dilakukan oleh mereka yang tidak sedang beribadah haji. Amalan khusus lainnya adalah menyembelih hewan qurban pada tanggal 10 Dzulhijah.

Pada tanggal 1 sampai dengan 8 Dzulhijah, untuk menambah amal, bisa dengan berpuasa sunah mutlak, puasa senin kamis, atau puasa wajib untuk membayar qodho bulan Ramadhan. Amalan lain yang sangat dianjurkan untuk dilakukan adalah banyak berdzikir dan bertakbir sebagaimana hadits yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW berikut:
Sepuluh hari pertama dalam Dzulhijah merupakan hari yang sangat diagungkan dan disenangi oleh Allah, karenanya perbanyak ucapan tahlil, takbir, tahmid. (HR. Imam Ahmad)
Bulan Dzulhijah adalah salah satu dari bulan-bulan mulia yang ditetapkan Allah SWT. Allah SWT memberi kesempatan kepada hamba-hambaNya untuk mendekatkan diri secara khusus di bulan Dzulhijah. Tawaran yang diberikan Allah SWT untuk mendekat tentu tidak boleh disia-siakan.

Jika ada seorang wanita yang cantik dan terhormat bertanya kepada seorang lelaki, “Kamu mau jadi pacarku nggak?”, tentu sulit baginya untuk menjawab “Nggak”. Lalu bagaimana jika Allah SWT bertanya, “Kamu mau jadi hamba-Ku nggak?”

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

  1. Barakallahu fikk Ustadz Bismillahirrahmanirrahim In Sha Allah

    BalasHapus
Translate