Seseorang yang pergi meninggalkan kekasihnya pasti mengalami kegelisahan. Meskipun ego membuat raganya malu untuk kembali, tetapi jiwanya tidak bisa berdusta.
Lirik lagu yang dinyanyikan Ebiet G. Ade berikut mewakili kegelisahan para pecinta yang pergi meninggalkan kekasihnya:
Kemanapun aku pergiHubungan cinta menimbulkan kegelisahan saat berpisah. Seperti anak yang ingin kembali kepada ibunya. Seperti kekasih yang rindu kepada kekasihnya. Mereka tahu siapa yang mencintai secara tulus. Mereka tahu, sebenarnya mereka ditunggu untuk kembali.
Selalu ku bawa-bawa
Perasaan yang bersalah datang menghantuiku
Masih mungkinkah pintumu ku-buka
Dengan kunci yang pernah kupatahkan
Lihatlah aku terkapar dan luka
Dengarkanlah jeritan dari dalam jiwa
Aku ingin pulang
Aku harus pulang
Sebenarnya kembali itu mudah. Toh sudah jelas pintu akan selalu terbuka jika diketuk. Apalagi pemilik pintu sudah berkata, "Aku akan membuka pintu jika Kau kembali." Pemilik pintu telah membuktikannya dengan memaafkannya berkali-kali. Lalu apa yang menahan langkahnya untuk kembali?
Berbuat dosa adalah ibarat seseorang yang pergi meninggalkan Tuhan. Ia menjauh dari Tuhan. Meskipun ia tahu bahwa Tuhan mencintainya. Meskipun Tuhan terus memberikan kenikmatan kepadanya. Itu sebabnya dosa selalu menimbulkan kegelisahan.
Banyak para pendosa yang susah untuk kembali. Ada bisikan setan yang membuat langkahnya berat untuk kembali kepada Allah SWT. Rasa malu dan pesimis karena yakin dosa akan terulang kembali membuat berat untuk segera kembali.
Alasan yang dipakai adalah menunggu waktu yang tepat untuk kembali. Menyiapkan diri sampai mampu tidak akan mengulangi lagi dosa yang sama. Malu jika nanti berbuat lagi. Alasan yang menunjukkan kebodohan dan keras kepala.
Setan berhasil meyakinkan para pendosa yang terjatuh berkali-kali ke dalam dosa yang sama dengan kalimat, "Tuh khan, apa kubilang. Kamu pasti akan berbuat lagi. Nanti aja tobatnya kalau sudah siap aja"
Lalu sampai kapan akan siap untuk kembali? Bagaimana jika kesempatan untuk siap itu tidak kunjung tiba? Ibnu Atha'illah As-Sakandari di dalam kitab Al-Hikam berkata:
Jika terlanjur perbuatan dosa, maka yang demikian itu jangan sampai menyebabkan patah hatimu untuk mendapatkan istiqamah kepada Tuhanmu, sebab kemungkinan yang demikian itu sebagai dosa yang terakhir yang telah ditakdirkan bagimu. (Kitab Al-Hikam)Meskipun merasa belum yakin mampu untuk bertahan, hendaknya setiap orang segera bertaubat. Taubat adalah menyesali perbuatan dan meninggalkan perbuatan tersebut. Minimal di dalam hatinya ada keinginan untuk meninggalkan dosa tersebut.
Guru Bakhiet di dalam salah satu ceramahnya memberikan contoh seseorang yang terjatuh ke dalam dosa berkali-kali. Misalnya ia berdosa pada jam tujuh pagi. Ia harus segera bertaubat dan meminta ampun untuk dosanya tersebut dan berusaha tidak melakukannya lagi.
Jika ternyata pada jam sembilan pagi ia melakukan hal yang sama, ia tidak boleh putus asa. Ia harus bertaubat lagi dan meminta ampun kepada Allah SWT. Ia tidak boleh menunda-nunda taubat dengan alasan belum sanggup meninggalkannya.
Meskipun ia merasa akan terjatuh lagi, ia tetap harus bertaubat dan mencoba lagi bertahan untuk tidak melakukannya. Begitu pula seterusnya jika ia ternyata kembali terjatuh dalam dosa tersebut.
Meskipun ia ternyata hanya mampu bertahan dalam waktu yang singkat, ia harus tetap bertaubat dan mencoba lagi bertahan untuk tidak melakukannya. Siapa tahu dengan perjuangannya berlatih melawan hawa nafsunya, Allah SWT akan menguatkan dan menolongnya.
Segera bertaubat juga harus dilakukan karena manusia tidak tahu batas umurnya. Dalam kasus di atas, jika seseorang yang telah terjatuh dalam dosa pada jam tujuh pagi, ia terancam su'ul khostimah jika menunda-nunda bertaubat. Bagaimana jika ia mati sebelum bertaubat dengan alasan belum yakin bisa istiqomah?
Meskipun belum yakin mampu bertahan tidak melakukan lagi, seseorang harus segera bertaubat. Bisa jadi satu detik setelah ia bertaubat dan berusaha untuk tidak melakukannya lagi Allah SWT mencabut nyawanya.
Meskipun ia hanya bertahan untuk tidak maksiat selama satu detik, ia tercatat husnul khotimah (akhir kehidupan yang baik). Ia tercatat berusaha untuk tidak maksiat sampai akhir kehidupannya. Dosa yang telah ia mohonkan ampun ternyata menjadi dosa terakhirnya sebagaimana yang dimaksud Ibnu Atha'illah As-Sakandari dalam kitab Al-Hikam.
Allah SWT sudah menyatakan bahwa Ia selalu membuka pintu ampunan. Allah SWT memiliki nama Al-Ghaffar dan Al-Ghafur. Keduanya merupakan bagian dari Asmaul Husna. Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia kedua-duanya artinya "Maha Pengampun". Lalu di mana bedanya Al-Ghaffar dan Al-Ghafur?
Makna Al-Ghafur lebih menekankan pada pengampunan yang menyeluruh dan sempurna. Pengampunan yang bukan hanya melepaskan dari hukuman, tapi juga disertai dengan menutupi aib dan kesalahan hamba-Nya.
Makna Al-Ghaffar menekankan pada sifat Allah yang selalu mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Meskipun mereka berulang kali melakukan kesalahan. Allah SWT tidak bosan-bosan mengampuni dan selalu mengharap hambaNya kembali.
"Wah enak dong. Nggak apa-apa berbuat dosa. Toh tinggal minta ampun lagi." Mengentengkan dosa dengan alasan bisa bertaubat adalah hal yang bodoh. Bagaimana Allah SWT akan menerima taubatnya jika tidak disertai rasa menyesal?
Syarat bertaubat selain menyesal adalah berusaha bertahan untuk tidak melakukannya lagi. Tidak berusaha bertahan berbeda dengan tidak sanggup bertahan. Meskipun mulutnya meminta ampun, tetapi jika hatinya tidak menyesal, maka ampunan tidak akan didapatkan.
Allah SWT memahami semua niat yang ada di dalam hati manusia. Allah SWT mengetahui siapa-siapa yang benar-benar berusaha ingin kembali kepadaNya.
Wallahu a'lam bishshowab
Masya Allah Tabarakallah ustadz
BalasHapus