UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Dia tidak Berat, Dia Saudaraku

   

Saat sedang liburan setelah lebaran, putra penulis meminta ijin kepada penulis untuk menginap sehari di Balikpapan. Ia ingin menemui teman-teman akrabnya di masa kecil. Mereka bersahabat semenjak sekolah dasar dan selalu menjalin hubungan.

Sambil ngobrol masa lalu, mereka berenam melakukan permainan yang membutuhkan strategi dan kerja sama tim. Tanpa sengaja, tim yang terbentuk terbagi menjadi tim yang anggotanya saat di sekolah dasar selalu naik kelas dan tim yang semua anggotanya pernah merasakan tidak naik kelas.

Setelah sadar, anggota tim yang pernah tidak naik kelas protes. Permainan dianggap tidak adil karena tim sebelah dianggap pintar semua, wajar kalau nanti menang. Ternyata hasil permainan adalah tim yang pernah tidak naik kelas membantai tim yang selalu naik kelas. Tim pemenang kemudian mengolok-olok lawannya, “Percuma SD enam tahun tapi kalah sama yang SD tujuh tahun.”

Olokan tersebut tidak membuat marah. Bahkan membuat suasana semakin akrab. Mereka juga saling mengolok-olok karena meskipun semua sudah bekerja, untuk beli makanan saja, mereka masih iuran seperti saat mereka membeli bola ketika masih SD. Tidak ada yang mau jadi cukong mentraktir semua.

Hubungan akan terasa mudah jika didasari persahabatan dan persaudaraan. Meskipun mereka saling mengolok-olok, karena mereka memiliki kesadaran bahwa mereka bersahabat, hal tersebut tidak menjadi masalah.

Persaudaraan akan membuat segalanya menjadi mudah. Sebagaimana istilah ahlan wa sahlan yang sering diucapkan oleh seseorang yang kedatangan pihak yang ia senangi. Ucapan ahlan wa sahlan yang tulus biasanya dibarengi dengan senyuman lebar dan pelukan hangat.

Ahlan berasal dari kata ahlun yang artinya keluarga. Sahlan berasal dari kata sahlun yang artinya mudah. Kalimat ahlan wa sahlan dapat diartikan "Engkau adalah anggota keluargaku, semuanya menjadi mudah. Silahkan jika ada yang bisa saya bantu."

Di dalam arahan yang disampaikan oleh pimpinan Direktorat Jenderal Pajak, disinggung lagu yang berjudul "He Ain't Heavy, He's My Brother" yang artinya “Dia tidak berat, dia saudara saya.” Persaudaraan akan membuat seseorang siap menanggung beban saudaranya.

Lagu tersebut menceritakan tentang seseorang yang mengendong jenasah di tengah perperangan. Ketika ia ditanya kenapa tidak ditinggalkan saja jenasah tersebut, ia menolak dan mengatakan bahwa ia tidak merasa berat, karena jenasah tersebut adalah saudaranya.

Lagu tersebut menjadi hit karena menceritakan emosi kesedihan yang mendalam. Lagu yang menimbulkan efek yang sangat dahsyat bagi para veteran perang Vietnam yang mendengarnya. Mereka mengalami sendiri peristiwa kehilangan rekan di tengah pertempuran sehingga bisa merasakan kesedihan tersebut.

Mereka yang gugur dalam pertempuran adalah teman, atasan, atau bawahan yang selama ini berbagi duka dan bahagia. Di antara mereka yang gugur adalah mereka yang pernah menyelamatkan dirinya. Walaupun tidak ada hubungan darah, rasa hutang nyawa di tengah perperangan, menjadikan ikatan di antara mereka bisa lebih erat daripada hubungan keluarga.

Beratnya medan pertempuran membuat kebaikan sedikit saja, akan tertanam sangat kuat. Di saat rasa haus yang menyiksa, pemberian satu teguk air menjadi sangat berharga. Di saat rasa takut yang mencekam, pelukan dan hiburan yang diberikan akan sangat membantu. Di saat menahan perihnya darah mengalir, bantuan obat peredam rasa sakit menjadi hadiah yang luar biasa. Wajar jika kehilangan rekan di tengah pertempuran akan menyisakan kesedihan yang mendalam.

Gus Baha di dalam ceramahnya menceritakan tentang seseorang yang mendengar peristiwa kejahatan. Karena tidak tahu siapa pelakunya, orang tersebut mendukung agar pelaku kejahatan dihukum seberat-beratnya. Namun, jika ternyata pelaku kejahatan adalah saudaranya, ia pasti akan mendukung agar hukuman yang dijatuhkan seringan-ringannya. Bagaimanapun persaudaraan akan membuat seseorang mudah memaafkan.

Di dalam berinteraksi, ketika tidak ada rasa persaudaraan, konflik sangat rawan terjadi. Salah sedikit saja bisa memicu kemarahan. Ketika ada rekan kerja tidak melaksanakan tugasnya dengan baik, otomatis rekannya harus bekerja keras. Ini akan menimbulkan konflik. Meskipun kesalahan yang dilakukan tidaklah besar. Konflik bukan disebabkan berat atau ringannya pekerjaan, tetapi lebih karena jauh dekatnya hati.

Jika mereka yang bekerja memiliki rasa persaudaraan, mereka tentu tidak berkeberatan untuk saling melengkapi. Bahkan mereka siap pasang badan untuk melindungi saudaranya. Institusi yang mampu menimbulkan suasana persaudaraan akan menjadi institusi yang kuat.

Meskipun sebuah organisasi memiliki banyak sumber daya manusia yang handal, jika mereka memiliki konflik yang tidak mampu dipadamkan, organisasi tersebut tidak akan bisa bertahan. Apa gunanya kiper yang hebat jika ia tidak bersemangat lagi menjaga gawang. Sehebat-hebatnya striker, ia tidak akan bisa mencetak gol jika gelandang enggan memberikan umpan kepadanya.

Di dalam bekerja, gesekan akan mudah terjadi. Apalagi jika sudut pandang yang dimiliki berbeda. Mereka yang bermadzhab, “nyaman” bisa berlawanan dengan yang bermadzhab “aman”. Mereka yang berpandangan “efisien”, bisa tidak setuju dengan yang berpandangan “praktis”. Mereka yang mengatakan “harus segera” akan tidak sabar dengan yang mengatakan “tunggu momen yang lebih tepat”.

Untuk mencapai hasil yang baik, diskusi dan perdebatan di antara mereka yang berbeda sudut pandang harus dilakukan secara maksimal. Masing-masing pihak harus mengeluarkan semua argumen agar ditemukan jalan tengah yang paling optimal. Bisa jadi lawan tidak setuju disebabkan ada pertimbangan yang belum ia pikirkan.

Di saat diskusi memanas, terkadang seseorang lupa bahwa pihak lawan sebenarnya juga berusaha memberikan yang terbaik untuk organisasi. Lawan diskusi sebagaimana dirinya memiliki sudut pandang yang berbeda sesuai dengan latar belakang dan pengalamannya. Ia lupa bahwa bisa jadi lawan diskusi punya pengalaman yang lebih banyak dan jam terbang yang lebih lama.

Ketika semua argumen telah disampaikan, dan pihak lawan belum bisa menerima pendapat, di saat itulah toleransi diperlukan. Di saat itulah kesadaran bahwa persaudaraan dan persahabatan perlu dinyalakan. Mungkin masih ada celah penyebab kegagalan dari keputusan yang diambil. Namun, jika keputusan telah diketuk, bertawakal kepada Allah SWT adalah jalan terbaik.

Allah SWT berfirman:
… dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal. (QS. Ali Imran ayat 159)
Konsep berdiskusi yang dijelaskan di dalam Al-Quran di atas menerangkan bahwa ketika keputusan telah diambil, Allah SWT menyuruh bertawakal. Semua pendapat yang ada, pasti ada nilai lebih dan kurangnya. Oleh karena keputusan yang diambil tidak mungkin menjamin keberhasilan seratus persen, di saat itulah tawakal berupa doa yang akan melengkapinya.

Mereka yang pendapatnya tidak diambil sebagai keputusan harus berusaha memberikan dukungan dengan melaksanakan hasil keputusan dengan sebaik-baiknya. Dibutuhkan kelapangan dada mereka dengan mengembalikan kesadaran bahwa mereka berada di organisasi yang sama. Mereka bagaikan satu tubuh.

Di dalam pelaksanaan hasil keputusan, bisa jadi hasilnya di luar perkiraan. Asumsi-asumsi yang diharapkan ternyata tidak sesuai dengan rencana. Justru risiko-risiko yang semula diacuhkan terjadi dan menggagalkan rencana. Pendapat yang benar justru pendapat yang dikalahkan dalam pengambilan keputusan.

Di saat itulah dibutuhkan kembali kelapangan dada. Mereka yang memiliki pendapat yang benar tidak perlu menyalahkan yang salah. Tidak perlu berkoar-koar “Sudah kubilang”. Cukup katakan, “Dia tidak salah, dia saudaraku.”

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

Translate