UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Berkorban Melaksanakan Qurban

     

Hari raya idul adha sudah di depan mata. Mereka yang ingin berqurban terbagi dua. Ada yang sudah fokus beribadah mengisi sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah yang penuh kemuliaan. Mereka telah membeli hewan qurban. Ada juga yang masih berdebar-debar karena uang untuk membeli hewan qurban masih belum mencukupi. Kondisi keuangan, membuat mereka terancam tidak bisa mengambil momen hari nahar untuk berqurban.

Bagi orang yang banyak harta, mereka bisa membeli hewan qurban tanpa mengutak-atik tabungan sama sekali. Bahkan ada yang uang jajan bulanannya saja lebih banyak daripada harga hewan qurban. Mereka tidak pusing dengan harga hewan qurban karena memiliki harta yang berlimpah.

Di sisi lain ada yang harus menabung bertahun-tahun untuk sanggup membeli hewan qurban. Terkadang mereka pulang dengan hati hampa karena tabungan yang mereka bawa ke kandang ternak penjual, ternyata tidak cukup membeli hewan qurban yang paling kurus sekalipun. Harga hewan qurban telah melonjak karena inflasi.

Bagi mereka yang harus bersusah payah untuk membeli hewan qurban, momen penyembelihan adalah momen yang mengharukan. Saat tertumpahnya darah qurban ke bumi, di saat itu pula tertumpah air mata mereka. Pemandangan yang membuat heran orang-orang yang mudah membeli hewan qurban semudah membalik tangan.

Orang-orang miskin memang mengalami kesulitan untuk berqurban. Namun mereka memiliki kelebihan karena nilai qurban mereka di mata Allah SWT, bisa lebih bernilai daripada qurban yang dilakukan oleh orang-orang kaya. Sebagaimana halnya infaq orang-orang miskin bisa mengalahkan infaq yang dilakukan oleh orang-orang kaya. Menang secara kualitas meskipun kuantitasnya sama. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Satu dirham dapat mengungguli seratus ribu dirham“. Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi wahai Rasulullah?” Beliau jelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya seratus ribu dirham untuk disedekahkan.” (HR. An Nasai)
Bagi orang kaya, membeli hewan qurban seperti tidak mengurangi kekayaannya. Ia tidak perlu mengurangi makan dan minumnya sehari-hari. Bagi orang miskin, membeli hewan qurban seperti mempertaruhkan hidupnya. Qurban telah menghabiskan tabungannya. Ä°a tidak mempunyai lagi cadangan yang dapat ia gunakan jika tiba-tiba keluarganya sakit keras. Bagaimana mungkin pahala yang didapat bernilai sama?

Jika sama-sama berqurban saja pahala orang kaya tertinggal jauh dibandingkan pahala orang miskin, lalu bagaimana dengan orang-orang kaya yang tidak mau berqurban? Merasa enggan menyisihkan hartanya untuk melaksanakan perintah dari pemberi harta. Jika ditanya kenapa tidak berqurban, mereka berkata, "Aku lagi pingin ganti HP. Ada HP model baru. Kapan-kapan aja qurbannya."

Betapa risihnya Rasulullah SAW dengan mereka yang memiliki kesempatan berqurban tetapi tidak mau berqurban. Tidak mau mengambil kesempatan langka yang disediakan Allah SWT kepada hamba-hambaNya yang mau mendekatkan diri. Nabi Muhammad SAW bersabda:
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang memiliki kelapangan (rezeki) dan tidak berqurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat kami.” (HR. Ahmad)
Hadits di atas menjadi sebab Imam Abu Hanifah memberi hukum wajib berqurban bagi orang yang mampu. Hukum wajib membuat wilayah-wilayah yang mayoritas penduduknya mengikuti madzhab Hanafi, antara lain negara Turki, biasanya jumlah hewan qurbannya sangat banyak.

Di Madzhab Syafi'i, hukum melaksanakan qurban adalah sunah muakad. Namun, meskipun tidak wajib, membayangkan Nabi Muhammad SAW sampai mengatakan "Janganlah ia mendekati tempat shalat kami" tentu adalah hal yang tidak nyaman. Siapakah yang tega membayangkan wajah Rasulullah SAW yang mulia tersebut menjadi muram? Siapakah yang sampai hati membuat kekasihnya kecewa?

Di dalam ceramah shubuh yang penulis ikuti, seorang ustadz mengatakan bahwa semangat berqurban ini lawan dari semangat berpoligami. Banyak yang sebenarnya tidak mampu dan layak berpoligami, tetapi sangat ingin melakukannya. Sebaliknya banyak yang mampu berqurban tetapi tidak mau melakukannya. Mereka tidak ingin berqurban karena dianggap mengurangi hartanya.

Padahal, lanjut sang ustadz, qurban itu akan memberikan keberkahan yang membuat seseorang semakin sejahtera. Ia menceritakan bahwa awal-awal berqurban dulu ia harus menabung untuk membeli hewan qurban. Saat ini ia tidak perlu menabung lagi untuk membeli hewan qurban. Ini menunjukkan bahwa kehidupannya semakin sejahtera. Dengan kemampuan ekonominya saat ini, membeli hewan qurban adalah hal yang mudah ia lakukan. Ia tidak perlu bersusah payah menyisihkan uangnya lagi.

Sedemikian dramatisnya perjuangan orang miskin untuk berqurban membuat nilai qurbannya bisa melampaui qurban orang kaya. Meskipun kuantitasnya sama, hewan qurban orang miskin memiliki kelebihan secara kualitas. Lalu apa yang harus dilakukan orang kaya untuk mengejar keutamaan orang miskin?

Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, diceritakan beberapa sahabat yang miskin datang menghadap Nabi SAW. Mereka mengatakan bahwa orang-orang kaya itu shalat sebagaimana mereka shalat. Orang-orang kaya puasa sebagaimana mereka berpuasa. Namun orang-orang kaya memiliki kelebihan harta sehingga bisa berhaji, berumrah, berjihad serta bersedekah.

Nabi Muhammad SAW kemudian mengajarkan suatu amalan yang dengan amalan tersebut sahabat-sahabat yang miskin bisa mengejar pahala sahabat-sahabat yang kaya. Beliau menyuruh mereka bertasbih, bertahmid, dan bertakbir di setiap akhir shalat sebanyak tiga puluh tiga kali.

Setelah para sahabat yang kaya mendengar amalan yang dilakukan oleh para sahabat yang miskin, mereka pun tidak ingin tertinggal keutamaan. Mereka juga melaksanakan tasbih, tahmid, dan takbir yang dilakukan oleh sahabat-sahabat yang miskin.

Sahabat-sahabat yang miskin kembali gelisah. Sahabat-sahabat yang kaya telah melakukan semua amal yang mereka lakukan. Sehingga kembali sahabat yang kaya melampaui mereka dengan infaq, sedekah, dan hajinya. Di dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dijelaskan:
Orang-orang fakir dari kalangan Muhajirin kembali menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata, “Saudara-saudara kami yang punya harta (orang kaya) akhirnya mendengar apa yang kami lakukan. Lantas mereka pun melakukan semisal itu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mengatakan, “Inilah karunia yang Allah berikan kepada siapa saja yang ia kehendaki.” (HR. Muslim)
Cerita para sahabat di atas menunjukkan perlombaan mereka untuk menjadi yang terbaik. Semula sahabat yang miskin tertinggal dengan yang kaya karena infaq dan sedekah. Mereka tidak menyerah, kemudian menambah kuantitas amal agar bisa mengalahkan sahabat yang kaya. Sahabat yang kaya juga tidak ingin tertinggal, mereka pun berusaha mengejar sahabat yang miskin dengan amal yang sama.

Kembali ke permasalahan qurban di atas. Jika qurban orang-orang miskin secara kualitas keutamaannya mengalahkan qurban milik orang kaya, apakah orang-orang kaya akan diam saja melihat demikian? Jika orang-orang kaya ingin mengejar kemuliaan orang miskin, mereka bisa melampui kualitas qurban orang miskin dengan melipatgandakan kuantitas.

Orang-orang kaya bisa membantu orang-orang miskin yang tidak mampu berqurban untuk membeli hewan qurban. Mereka bisa membantu orang-orang miskin menumpahkan darah hewan qurban, sekaligus menumpahkan air mata bahagia orang-orang miskin.

Wallahu a'lam bishshowab

1 komentar

  1. Masya Allah ustadz dalam sekali maknanya. Siapapun baik miskin maupun kaya akan diterima amalannya namun yg paling ihklas dan paling besar pengorbanannya tergantung cara mencari sumberdana maupun mencari kambingnya tetap dinilai.

    BalasHapus
Translate