UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Masih Mau, Makan Pakai Piring Kotor?

      

Saat penulis masih sekolah, Ayah penulis mengajarkan matematika lebih banyak dari pelajaran yang diberikan di sekolah. Waktu duduk di kelas dua sekolah dasar saja, penulis sudah mempelajari buku matematika kelas lima. Di saat teman sebaya masih belajar cara menambah dan mengurangi, penulis sudah mengerjakan soal cerita perkalian dan pembagian.

Entah kenapa ayah penulis sangat ingin kami kuat dalam pelajaran matematika. Apakah karena memang Beliau jago matematika, atau mungkin matematika dianggap pelajaran yang menjadi dasar untuk mempelajari beberapa ilmu lainnya.

Karena sudah mempelajari di rumah, pelajaran matematika yang bagi beberapa teman menakutkan, justru menjadi pelajaran paling santai buat penulis. Teman-teman merasa heran karena penulis tidak pernah mencatat contoh-contoh cara mengerjakan soal yang ada di papan tulis.

Setiap kali belajar kelompok, penulis sering menjadi tempat bertanya cara mengerjakan soal matematika oleh teman-teman penulis. Saat menerangkan rumus-rumus matematika, penulis merasakan ilmu penulis bertambah. Secara tidak sengaja penulis jadi memahami kenapa rumus-rumus tersebut terbentuk. Jika sebelumnya hanya sekedar hafal rumusnya, setelah mengajar menjadi memahami logikanya.

Bertambahnya ilmu karena mengajar adalah hal yang sering dirasakan oleh banyak orang. Jika ada seorang yang terlihat sangat ahli dalam bidang tertentu kemungkinan besar ia adalah seorang pengajar. Bisa jadi ia seorang guru, dosen, ustadz, atau trainer.

Apa yang sering penulis rasakan yaitu bertambahnya ilmu saat mengajar juga sering dialami teman-teman penulis yang memiliki profesi sebagai pengajar. Minimal hafalannya akan semakin kuat. Mengajar membuat mereka mengulangi pelajaran yang telah mereka dapatkan.
    
Mengajar juga akan memaksa mereka menjelaskan pelajaran dari berbagai sudut pandang. Menyesuaikan sudut orang yang belum memahami pelajaran dan membutuhkan keterangan tambahan. Ini yang membuat mereka menemukan filosofi dari yang mereka ajarkan. Mereka menjadi memahami hakikat materi yang diajarkan dengan utuh.

Bertambahnya ilmu saat dibagikan menjadi bukti bahwa ada hal-hal yang tidak berkurang meskipun diberikan kepada orang lain. Sesuatu yang dimiliki justru semakin bertambah setelah diberikan kepada orang lain. Ada konsep berkah yang membuat sisa yang diberikan menjadi bertambah.

Penulis pernah mendengar ucapan seorang ustadz yang mengatakan bahwa zakat dari ilmu pengetahuan adalah mengajar. Artinya untuk membayar zakat atas nikmat ilmu pengetahuan yang dimiliki, seseorang harus membagi ilmunya. Jadi, saat membagikan ilmu, pada hakikatnya seseorang sedang membayar zakat atas pengetahuan yang ia miliki.

Ilmu tidak akan berkurang jika dibagi, sebagaimana harta juga tidak akan berkurang (secara hakikat) jika dibayarkan zakatnya. Nabi Muhammad SAW bersabda terkait zakat:
Harta tidak akan berkurang karena sedekah (zakat) dan tidaklah Allah menambah bagi hamba yang pemaaf kecuali kemuliaan dan tidaklah orang yang berlaku tawadhu’ karena Allah melainkan Dia akan meninggikannya. (HR. Muslim)
Jika ilmu saja bertambah karena diberikan sebagian kepada orang lain, demikian juga dengan harta. Harta yang dikeluarkan zakatnya akan membuatnya bertambah. Pertambahan belum tentu dalam bentuk kuantitas, pertambahan bisa berupa kualitas.

Harta yang sedikit namun berkualitas bisa memberikan kebahagian lebih banyak daripada harta yang banyak namun tidak berkualitas. Betapa banyak orang merasa kaya dengan harta yang sedikit. Sebaliknya banyak juga yang tidak merasa cukup dengan harta yang melimpah.

Ada seseorang yang memberikan sesuatu yang menurutnya tidak berharga kepada seseorang yang miskin. Reaksi yang diberikan si miskin membuatnya terkejut. Barang yang ia anggap sepele ternyata begitu berharga bagi si miskin.

Dengan wajah yang berseri-seri si miskin menerima pemberian dengan bahagia. Terucap dari mulutnya kalimat terimakasih dan doa-doa yang menunjukkan kegembiraannya.

Reaksi penerima membuat pemberi menjadi berpikir ulang tentang hal yang sudah ia berikan. Ternyata hal yang ia anggap remeh merupakan barang mewah bagi orang lain. Padahal ia memiliki ribuan atau jutaan kali dari yang sudah ia berikan. Tiba-tiba ia merasa kaya dan bertambahlah kebahagiaannya.

Kasus bertambahnya kebahagiaan karena mulai menyadari bahwa ia sebenarnya memiliki kemewahan banyak dialami orang. Banyak yang baru menyadari bahwa ia lebih beruntung dari sebagian orang setelah berbagi. Inilah contoh bertambahnya harta secara kualitas, meskipun kuantitasnya tetap. 

Masih banyak lagi contoh kebahagian yang disebabkan bertambahnya kualitas harta (berkah) efek dari berbagi. Di antaranya harta yang bersih akan menjadi sebab tubuh menjadi sehat, anak-anak menjadi sholeh, dan hubungan keluarga lebih harmonis.

Para ulama menjelaskan efek kebahagian yang timbul akibat membayar zakat. Zakat adalah hak fakir miskin, meskipun harta tersebut diperoleh dari usaha yang halal. Jika ia tidak dikeluarkan, ia menjadi kotoran bagi harta yang dimiliki. Fungsi zakat untuk membersihkan harta tercantum di dalam Al-Quran:

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS. At-Taubah ayat 103)

Jika diibaratkan hidangan, suasana yang bersih akan membuat makanan terasa lebih lezat. Itulah sebabnya restoran yang mahal sangat menjaga kebersihan meja makan. Para pelayannya pun memakai baju yang rapi dengan celemek yang putih bersih untuk menunjukkan kepedulian mereka akan kebersihan.

Selezat-lezatnya makanan, jika ternyata piringnya kotor, itu akan menganggu kenikmatan. Makanan tidak lagi terasa sedap, bahkan piring yang kotor bisa membuat ingin muntah. Penulis pernah kehilangan selera di dalam suatu acara, saat asyik makan tiba-tiba menemukan potongan kepala kecoa di piring makanan penulis.

Harta yang bersih karena telah dikeluarkan zakatnya memberikan efek nyaman dan bahagia. Seperti rasa nyaman seseorang yang mengambil piring yang putih bersih saat mengambil makanan. Jika masih ada zakat yang belum dibayarkan, perasaan akan gelisah. Seperti gelisahnya para fakir miskin yang belum mendapatkan hak mereka.

Kenapa harta yang berasal dari usaha yang halal tetap harus dibersihkan dengan zakat? Dari mana munculnya kotoran yang mencemari harta tersebut? Ustadz Gus Baha dalam ceramahnya pernah mengatakan bahwa meskipun pekerjaan yang dilakukan halal, tetap ada hal-hal yang bisa saja membuat hasilnya tercampur dengan yang haram.

Misalnya penggembala domba. Pekerjaanya halal. Tapi bisa saja, tanpa sepengetahuannya, domba yang ia gembala memakan tumbuhan sayuran milik petani. Akibatnya di dalam dombanya yang halal terkandung kezhaliman karena mengambil hak orang lain.

Contoh lain adalah pedagang yang menimbang barang dagangannya. Bisa saja ternyata timbangannya tidak tepat. Barang yang ia berikan kepada pembeli kurang satu atau dua gram. Akibatnya ia telah menzhalimi pembeli dan ada hartanya yang berasal dari barang haram.

Begitu juga dengan karyawan yang bekerja di kantor. Bisa saja ia tidak sengaja korupsi waktu karena terlambat atau mengerjakan urusan pribadi di waktu kantor. Hal yang terkadang tidak dapat dihindari karena urusan tersebut harus dikerjakan dalam waktu yang bersamaan dengan waktu jam kantor. Hal lain yang membuatnya menzhalimi kantor adalah jika ia menggunakan fasilitas kantor dan lupa menggantinya.

Jika penghasilan dari pekerjaan halal saja bisa kemasukan hal yang haram, bagaimana dengan pekerjaan yang jelas-jelas haram? Zakat tidak akan mampu membersihkan harta yang berasal dari korupsi, mencuri, atau menipu.

Membayar zakat adalah kewajiban yang harus ditunaikan. Ia adalah pembersih harta yang tidak bisa digantikan dengan sholat, puasa, dan haji. Apakah masih ada zakat Anda yang belum ditunaikan? Masih mau makan pakai piring kotor?

Wallahu a'lam bishshowab

Posting Komentar

Translate