UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Allah Maha Mengetahui (Bagian ke-2)

    

Mendengar Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, kaum muslimin di Madinah bergembira. Sudah lama mereka menginginkan hidup bersama Nabi. Berhari-hari mereka menunggu di perbatasan Madinah untuk menyambutnya. Ketika Nabi tiba, kaum muslimin berebut meminta Nabi untuk tinggal di rumahnya. Banyak yang memberikan hadiah untuk Nabi.

Ummu Sulaim sangat ingin memberikan hadiah untuk menyenangkan hati Nabi. Namun ia tidak memiliki harta. Ummu Sulaim membawa putranya, Anas bin Malik yang masih berusia delapan tahun menemui Nabi. Anas bin Malik menceritakan peristiwa tersebut:

Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tiba di Madinah aku baru berumur delapan tahun. Waktu itu, ibu menuntunku menghadap Rasulullah seraya berkata, ‘Wahai Rasulullah, tak tersisa seorang Anshar pun kecuali datang kepadamu dengan hadiah istimewa. Namun, aku tak mampu memberimu hadiah kecuali putraku ini, maka ambillah dia dan suruhlah dia membantumu kapan saja Anda inginkan.

Apa yang dilakukan oleh Ummu Sulaim menjadikan anaknya sebagai pembantu rumah tangga di rumah Nabi merupakan anugerah bagi Anas bin Malik. Nabi Muhammad SAW sangat perhatian dalam masalah pendidikan. Orang-orang yang tinggal di dalam rumah beliau menjadi ulama-ulama. Aisyah binti Abu Bakar, Hafshah Binti Umar, Ali bin Abu Thalib, Zaid bin Haritsah, Fatimah binti Muhammad dan lain-lain adalah bukti bahwa rumah Nabi adalah rumah tarbiyah yang mencetak para ulama.

Anas bin Malik adalah salah satu shahabat yang banyak meriwayatkan hadits Nabi. Hidup di rumah Nabi menjadikannya orang yang alim (berilmu). Dunia Islam mengenal Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, Asy-Sya’bi, Abu Qilabah, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit Al-Bunani, Ibnu Syihab Az-Zuhri, Qatadah As-Sadusi, dan lain-lain. Mereka adalah para ulama hebat yang merupakan murid-murid dari Anas bin Malik.

Ketika Nabi Muhammad SAW diutus sebagai Nabi, beliau melakukan pendidikan kepada seluruh manusia. Allah SWT yang Maha Mengetahui (Al-Aliim) memberikan tugas utama kepada Nabi Muhammad SAW untuk memberikan pengajaran dengan tujuan memperbaiki akhlaq seluruh manusia.

Kebangkitan suatu bangsa dimulai dari kebangkitan ilmu dan akhlaq. Ilmu akan membuat seseorang bekerja dengan efektif dan efisien. Namun ilmu saja tidak cukup karena banyak orang pintar namun memiliki akhlaq yang buruk. Orang yang pintar namun memiliki akhlaq yang buruk memiliki potensi merusak yang luar biasa.

Beberapa bangsa hancur walaupun tidak kekurangan orang-orang yang pintar. Hancur karena orang-orang pintarnya menggunakan kepintarannya untuk kepentingan pribadi. Akhlaq akan menjamin bahwa ilmu yang dimiliki akan digunakan untuk kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan. Allah SWT di dalam Al Quran berfirman:
"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata (QS. Al Jumuah ayat 2)"
Saat raja Habsyah (Etiopia) bertanya kepada salah seorang shahabat Nabi yaitu Jafar bin Abu Thalib tentang apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, beliau menjawab:
"Wahai Raja, kami dahulu adalah orang-orang jahiliyah. Kami menyembah berhala, memakan bangkai, melaksanakan perbuatan keji, memutus silaturrahim, berbuat jelek kepada tetangga, yang kuat menekan yang lemah dan kami tetap berada dalam keadaan demikian, sampai Allah mengutus kepada kami seorang Rasul yang kami mengetahui nasabnya, kejujurannya, keamanahannya dan sangat memelihara diri. Dia mengajak kami agar beribadah hanya kepada Allah dan meninggalkan patung-patung yang disembah oleh nenek moyang kami. Dia juga memerintahkan kepada kami agar jujur dalam berkata, menunaikan amanah, menyambung silaturrahmi, meninggalkan perbuatan keji, memelihara darah, dan melarang kami dari berkata dusta, memakan harta anak yatim, menuduh wanita yang shalihah dengan perbuatan zina serta memerintahkan kami agar mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan…"
Jazirah Arab adalah wilayah yang terbelakang dan gersang. Jazirah Arab diapit oleh dua imperium raksasa yaitu Romawi dan Persia. Romawi dan Persia melakukan penaklukan negeri-negeri dengan tentara mereka yang perkasa. Mereka tidak tertarik menaklukan jazirah arab dan menjadikan koloninya karena dipandang daerah yang miskin dan memiliki peradaban yang rendah. Sejak Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Nabi, dalam waktu yang relatif singkat bangsa Arab yang biadab menjadi beradab. Selain beradab, mereka juga menjadi bangsa yang kuat.

Ketika kerajaan Persia mengetahui kebangkitan jazirah Arab mereka mulai merongrong wilayah-wilayah di perbatasan jazirah Arab, muncul konflik antara kerajaan Persia dan jazirah Arab. Kerajaan Persia kalah. Tidak sampai tiga puluh tahun sejak Nabi diutus, imperium Persia yang berusia lebih dari seribu tahun akhirnya lenyap dari muka bumi. Bangsa Arab juga berhasil membebaskan negeri-negeri di wilayah Syam dari koloni Romawi.

Banyak manusia yang lebih mementingkan mencari harta daripada ilmu. Ali bin Abi Thalib ditanya mengapa memilih ilmu daripada harta? Beliau menjawab:
"Pertama, ilmu bila diberikan pada orang lain, maka ilmu tersebut akan bertambah, sedangkan harta bila diberikan pada orang lain pasti akan berkurang. Kedua, ilmu akan selalu menjaga kita, sedangkan harta, kita yang harus menjaganya. Ketiga, ilmu tidak akan pernah bisa dicuri atau dirampas dari diri kita, kecuali bila kita memberikannya secara suka rela. Sedangkan harta, ia bisa hilang karena dicuri atau dirampas oleh orang lain meskipun kita tidak rela memberikannya."
Generasi salaf menghabiskan waktu dan harta untuk mendapatkan ilmu. Sa’id bin Al Musayyab berkata, “Saya terbiasa melakukan perjalanan berhari-hari untuk mendapatkan satu hadits”. Ibnu Katsir Ali bin Ashim bercerita, “Ayahku memberiku seratus ribu dirham dan berkata kepadaku ‘pergilah (untuk belajar hadits) dan saya tidak mau melihat wajahmu kecuali kamu pulang membawa seratus ribu hadits’.” Ibunda Rabi’ah Ar Ra’yi menghabiskan tiga puluh ribu dinar hartanya untuk membiayai Rabi’ah mencari ilmu.

Menurut Imam Syafi’i menuntut ilmu bukan hanya mengorban harta dan waktu, tetapi juga hal-hal lain. Imam Syafi’i mengatakan bahwa menuntut ilmu itu membutuhkan Kecerdasan, kemauan keras, semangat, harta, bimbingan ustadz, dan waktu yang lama. Keuletan mencari ilmu membuat para ulama terdahulu memiliki kapasitas yang sulit untuk ditandingi pada saat ini. Jika di masa sekarang para hafidz Quran yang mampu menghafal kitab Al Quran setebal sekitar enam ratus halaman sampai dengan letak titik dan komanya dianggap orang-orang yang luar biasa, maka para ulama terdahulu bukan hanya hafal Al-Quran tapi juga menghafal hadits dari Nabi Muhammad SAW.

Beberapa ulama bahkan mampu menghafal hadits sekitar sejuta hadits. Antara lain adalah Imam Ahmad bin Hambal dan Ibnu Hajar Atsqolani. Padahal menghafal hadits lebih sulit daripada menghafal Al-Quran. Para muhadits (ahli hadits) selain menghafal matannya (materi hadits) mereka juga harus menghafal sanad (nama-nama periwayat hadits tersebut sampai ke Rasulullah). Beruntunglah saat ini riwayat-riwayat hadits tersebut telah dibukukan dalam kitab-kitab hadits sehingga umat Islam tinggal membuka saja untuk menguji dan mengecek suatu dalil.

Tradisi belajar dan menghafal sumber-sumber hukum Islam ( Al Quran dan hadits nabi) merupakan tradisi yang dijaga kuat untuk menjaga kemurnian ajaran Islam. Jika terjadi kesalahan, hal tersebut akan segera diketahui karena kalimat-kalimat tersebut sudah ada di dalam kepala para hafidz. Seperti kasus beberapa waktu lalu ketika seorang ustadzah salah dalam menulis ayat Al Quran, stasiun televisi kebanjiran telpon karena protes atas kesalahan tersebut.

Keutamaan lain mencari ilmu adalah mendapat pahala dari ilmu yang ia miliki. Jika ternyata murid-muridnya juga mengajarkan ilmu tersebut maka pahalanya akan terus mengalir (jariyah) sebagaimana sistem multi level marketing (MLM) yang sekarang sering dipakai. Bayangkan betapa besar pahala para Imam yang telah menulis kitab-kitab seperti Imam Bukhori, Imam Malik, Imam Ahmad dan lain-lain.

Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

Translate