UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Mengejar Hal yang Berharga

   

Masjidil haram adalah masjid yang paling utama. Satu rakaat di masjidil haram, pahalanya setara dengan seratus ribu rakaat di masjid lain. Keutamaannya membuat banyak orang yang bersedekah saat berada di masjidil haram. Mereka memberikan makanan dan minuman yang istimewa untuk pengunjung masjidil haram.

Saat umroh, penulis sering duduk di Masjidil Haram menunggu waktu sholat. Ada seseorang yang membawa termos dan beberapa gelas kecil. Rupanya ia ingin bersedekah minuman. Ia kemudian membagikan gelas-gelas ke orang-orang yang duduk menunggu sholat.

Sepertinya minuman yang akan dibagikan adalah minuman istimewa. Setiap gelas hanya diisi seperempat gelas. Mungkin dua kali teguk habis. Penulis penasaran, minuman apa itu yang sepertinya mahal harganya.

Ternyata minuman jahe. Duh kalau minuman ini di Indonesia murah sekali. Penulis biasa minum jahe dengan gelas besar. Betapa kayanya Indonesia. Padahal tanaman rimpang yang tumbuh di penjuru Indonesia bukan hanya jahe, ada kencur, kunir, temu lawak, dan lain-lain.

Bagi bangsa-bangsa yang negaranya memiliki empat musim, rempah-rempah yang menghangatkan tubuh sangat mahal. Adanya musim salju membuat beberapa tanaman tidak dapat tumbuh di sana. Mereka harus membeli mahal rempah-rempah dari negara tropis. Belanda menjadi negara yang kaya raya karena menjajah Indonesia dan mengambil rempah-rempahnya.

Rempah-rempah yang sangat istimewa di suatu negara ternyata biasa saja di negara lain. Begitu juga dengan negeri dunia dan negeri akhirat. Ada hal-hal yang sangat berharga di dunia, ternyata di negeri akhirat tidak ada harganya.

Gus Baha dalam salah satu ceramahnya mengatakan bahwa (ijazah) sekolah tidak penting di akhirat. Gelar sarjana sangat dihargai di dunia. Orang yang memiliki gelar S2 atau S3 dianggap bukan orang biasa. Namun, di akhirat, gelar tersebut tidak dianggap penting.

Di akhirat, sujud justru dianggap hal yang berharga. Hal yang sangat mudah dilakukan setiap saat. Di negeri akhirat, mereka yang sangat sering bersujud akan memiliki kedudukan yang terhormat. Semua amal yang ditujukan kepada Allah SWT akan bernilai tinggi.

Amal lain yang sangat diidam-idamkan oleh orang yang telah meninggalkan dunia adalah bersedekah. Di dalam Al-Quran diceritakan orang-orang yang telah mati ingin dikembalikan ke dunia meski sekejap agar bisa menyedekahkan hartanya. Allah SWT berfirman:
Dan infakkanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum kematian datang kepada salah seorang di antara kamu; lalu dia berkata (menyesali), “Ya Tuhanku, sekiranya Engkau berkenan menunda (kematian) ku sedikit waktu lagi, maka aku dapat bersedekah dan aku akan termasuk orang-orang yang saleh.” (QS. Al Munafiqun ayat 10)
Seorang ulama berkata bahwa orang-orang yang masih hidup saat ini memiliki sesuatu yang sangat diinginkan milyaran orang yang sudah mati. Mereka masih memiliki kesempatan untuk beribadah yang diinginkan orang-orang yang sudah mati. Mereka saat ini hidup lebih beruntung dari milyaran orang yang sudah berbaring di dalam kuburan. Apakah kesempatan berharga ini akan disia-siakan?

Membaca Al-Quran, berdzikir, bersujud, dan bersedekah adalah hal-hal yang dapat dilakukan setiap waktu. Namun, karena dianggap hal yang tidak berharga, banyak yang enggan melakukannya. Keengganan yang akan melahirkan penyesalan setelah berada di negeri akhirat.

Banyak perbuatan ringan yang tidak dianggap istimewa di dunia. Contohnya adalah mengucapkan subhanallah dan alhamdulillah. Namun, perbuatan ringan tersebut ternyata sangat berharga di akhirat. Ia sangat berat bahkan ketika ditaruh di timbangan amal, termasuk perbuatan yang besar dan berat sehingga bisa memenuhi timbangan. Nabi bersabda:
Bersuci itu bagian dari iman. Ucapan Alhamdulillah memperberat timbangan (kebaikan). Ucapan Subhanallah dan Alhamdulillah memenuhi ruangan antara langit dan bumi... (HR. Muslim)
Perbuatan-perbuatan ringan hanya sedikit menghabiskan waktu dan tenaga. Hitunglah selisih orang yang melakukan sholat dengan yang tidak melakukan sholat. Hanya selisih lima sampai sepuluh menit. Namun, meskipun perbuatan ringan, selisih kedudukannya di akhirat akan terpaut jauh.

Hitunglah waktu untuk mengucapkan istighfar "Astaghfirullah" seratus kali. Waktunya tidak sampai dua menit. Ucapkanlah sholawat "Sholallahu ala Muhammad" seratus kali. Waktunya tidak sampai dua menit. Lalu kenapa masih banyak orang yang mengatakan bahwa ia tidak punya waktu untuk beristighfar dan bersholawat seratus kali sehari?

Beristighfar dan bersholawat seratus kali hanya membutuhkan waktu empat menit. Waktu yang lebih singkat daripada makan. Namun efek yang didapatkan dalam kehidupan dunia dan akhirat sangat luar biasa.

Di dalam suatu pengajian, seorang peserta bertanya kepada penceramah. Mana yang lebih baik, membaca sholawat atau membaca Al-Quran? Penceramah mengatakan bahwa pertanyaan ini menunjukkan seakan-akan penanya sangat sibuk sekali sehingga ia hanya punya waktu untuk digunakan sholawat saja atau membaca Al-Quran saja.

Benarkah waktu yang dimilikinya sedemikian terbatas? Padahal kalau ia mau mengelola waktunya dengan baik, sesungguhnya ia bisa bersholawat dan membaca Al-Quran sekaligus setiap hari.

Perasaan tidak punya waktu untuk beribadah disebabkan karena ada hal-hal lain yang lebih penting baginya daripada ibadah. Ketika suatu pekerjaan dianggap penting dan mendesak, maka pekerjaan lain akan kalah.

Ketika seseorang menaruh membaca buku sebagai urutan teratas dan olahraga sebagai urutan terbawah, maka ia akan mengatakan tidak punya waktu untuk berolahraga. Sebaliknya, jika ia menaruh olahraga di urutan yang lebih tinggi daripada membaca buku, ia akan mengatakan bahwa ia tidak punya waktu untuk membaca buku.

Pada suatu hari penulis mendengar ceramah seorang kiai yang sedang berceramah di hadapan santri-santri. Karena malam itu bertepatan dengan malam Arafah, sang kiai memerintahkan santri-santri untuk membaca surah Al-ikhlas seribu kali.

Sepertinya kiai ingin agar santri-santri bisa menggunakan hari arafah yang penuh dengan kemuliaan. Ia tidak ingin santri-santri lalai. Dengan sibuk membaca seribu surah Al-ikhlas, santri-santri otomatis sibuk membacanya sehingga tidak mengerjakan hal-hal yang tidak berguna.

Mendengar instruksi tersebut, terdengar suara-suara berbisik yang mengisyaratkan protes. Sang kiai berkata, "Lho, seribu kali itu sebentar. Daripada dua ribu kali." Ya iyalah, baca Al-ikhlas dua ribu kali jelas lebih lama daripada seribu kali."

Bagi beberapa santri, membaca seribu kali surah Al-Ikhlas terasa berat. Ketika mereka belum mengetahui fadhilah membaca surah Al-Ikhlas, mereka merasa itu bukanlah hal yang berharga. Waktu yang mereka miliki rasanya lebih baik untuk bermain-main. Namun, bagi santri-santri yang memahami keutamaan hari arafah dan membaca surah Al-ikhlas, mereka bersemangat melaksanakannya.

Rasa penyesalan akan menghinggapi hampir semua manusia yang berada di akhirat. Mereka merasa tidak puas dengan amal-amal yang telah dilakukan di dunia. Masih ada sisa-sisa waktu yang digunakan untuk mengejar sesuatu yang ternyata tidak berharga di akhirat.

Di dalam Al-Quran diceritakan tentang mereka yang mati syahid. Mereka ingin dikembalikan kembali ke dunia untuk kembali berjuang membela agama Allah SWT. Tentu saja itu adalah hal yang tidak mungkin dilakukan. Nabi bersabda:
Tidak seorangpun yang masuk surga namun dia suka untuk kembali ke dunia padahal dia hanya mempunyai sedikit harta di bumi, kecuali orang yang mati syahid. Dia berangan-angan untuk kembali ke dunia kemudian berperang lalu terbunuh hingga sepuluh kali karena dia melihat keistimewaan karamah (mati syahid).” (HR. Al-Bukhari)
Nabi Muhammad SAW bersabda tentang para syuhada Uhud. Arwah mereka di dalam perut burung hijau yang membuat mereka bebas mendatangi sungai-sungai surga dan memakan buah-buahannya, hingga pada lampu-lampu emas yang ada di bawah naungan Arasy.

Mereka sangat ingin memberitahukan orang-orang beriman lainnya tentang nikmat kehidupan mereka setelah menjadi syuhada. Allah SWT mengabulkan keinginan mereka dan menurunkan ayat yang menceritakan kehidupan para syuhada:
Dan jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka itu hidup di sisi Tuhannya mendapat rezeki (QS.Ali Imran ayat 169)
Para syuhada telah mengetahui hal yang sangat berharga dan layak untuk dikejar. Mereka tidak ingin orang-orang yang mereka cintai tidak mendapatkannya.

Wallahu a'lam bishshowab.

1 komentar

  1. Masya Allah sesuatu yg nampaknya kecil bisa jadi besar dalam pandangan Allah

    BalasHapus
Translate