UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Gemblengan Hidup

   

Salah seorang sahabat penulis bercerita tentang ujian skripsi yang pernah ia alami. Bagi mahasiswa ujian skripsi adalah tembok tebal terakhir yang harus ia lewati untuk meraih gelar sarjana. Sering didapati mahasiswa gagal mendapatkan gelar sarjana karena tersangkut di ujian skripsi. Alasannya bermacam-macam. Mulai dari malas menyusun skripsi, judul ditolak dosen pembimbing, sampai putus asa karena skripsi yang diajukan harus dirombak total.

Saat ujian skripsi, beberapa temannya diminta memperbaiki skripsinya. Bahkan ada yang sampai dosen penguji tidak mau memberikan nilai karena dianggap skripsinya sangat tidak berkualitas. Giliran sahabat penulis, dosen penguji hanya mengoreksi tulisan. "Ini harus dikasih titik." Skripsinya lolos dengan mudah dan perbaikannya hanya menambah satu buah titik. Tidak ada bab, paragraf, atau kalimat yang harus diganti.

Lolosnya skripsi dengan mudah oleh para dosen penguji tentu disebabkan handalnya dosen pembimbing. Sahabat penulis mengatakan bahwa mahasiswa yang mendapat dosen pembimbing skripsi yang "cerewet" sebenarnya beruntung. Ia justru tidak suka jika dosen pembimbing tidak rewel dan bersikap cuek dengan proposal skripsi yang diajukan. Baru satu dua pertemuan langsung memberikan paraf persetujuan. Jangan-jangan dosen pembimbing tersebut tidak membaca proposal skripsi secara keseluruhan tetapi hanya sekilas saja.

Banyak mahasiswa mengeluh bahwa dosen pembimbingnya “rewel” dan menyuruhnya memperbaiki skripsinya berkali-kali. Hampir semua bab dikoreksi oleh dosen pembimbing. Lelah, kata mereka. Habis waktu, tenaga dan biaya untuk mengetik ulang bagian-bagian yang dikoreksi.

Sebenarnya dengan dihajar habis-habisan pada semua bab oleh dosen pembimbing, kelak mahasiswa tersebut akan mampu mempertahankan pendapatnya di hadapan dosen penguji. Saat dosen pembimbing telah menyerangnya dengan puluhan pertanyaan yang menguji skripsinya, ia menjadi lebih siap ketika para dosen penguji menghajarnya. Tidak ada lagi pertanyaan yang ia takuti karena ia telah dibukakan matanya oleh dosen pembimbing pintu-pintu kelemahan skripsinya.

Mahasiswa yang meyakini bahwa dosen pembimbing sedang mengemblengnya untuk menghadapi pertanyaan-pertanyaan para dosen penguji tentu merasa senang jika proposal skripsinya dipermasalahkan oleh dosen pembimbing. Itu bukti bahwa dosennya meneliti dengan detil skripsinya. Ia tahu dosennya tidak berniat buruk, namun berusaha memberikan skripsi yang terbaik untuknya.

Hubungan dosen dan mahasiswa, guru dan murid, atau ustadz dan santri akan harmonis jika didasari dengan perasaan positif dan baik sangka. Hubungan mereka sangat rawan konflik karena salah satu tugas pendidik adalah menggembleng anak didiknya. Imam Syafi’i berkata,”Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan.” Tugas guru adalah membuat lelah muridnya dengan memberikan latihan-latihan.

Bagaimana kalau ternyata sang guru memang memiliki sentimen negatif dan ingin menyusahkan muridnya? Selama murid berbaik sangka maka ia akan mendapatkan keuntungan dengan menjadi semakin kuat dan ilmu yang semakin banyak. Lakon wayang yang mirip dengan kisah ini adalah lakon Dewa Ruci.

Di dalam lakon Dewa Ruci dikisahkan bahwa Durna yang merupakan guru dari Bima ingin mencelakakan Bima. Ini disebabkan posisi Durna berada di kubu Kurawa sedangkan Bima berada di kubu Pandawa. Jika terjadi pecah perang antara Pandawa dan Kurawa, Bima yang bertubuh kuat tentu akan menghabisi banyak anggota Kurawa.

Dengan menggunakan kedudukannya sebagai guru, Durna menyuruh Bima mencari kesempurnaan dengan mencari "Air kehidupan" di tempat yang penuh dengan mara bahaya. Bima dengan patuh menuruti perintah gurunya. Ia kemudian menemukan banyak masalah dan peristiwa yang berbahaya. Perjalanan Bima mencari “air kehidupan” berakhir dengan pertemuannya dengan Dewa Ruci. Dewa Ruci yang mengagumi kesetiaan Bima kepada gurunya kemudian memberikan ilmu membuat Bima menjadi semakin hebat. Baik sangka Bima kepada gurunya memberikan buah yang manis.

Kasus yang dialami Bima dapat terjadi di kehidupan nyata. Bisa jadi seorang guru tidak suka kepada muridnya dan memberikan masalah. Satu dua kasus terdengar dan menyebar dengan viral. Namun, orang tua sebaiknya tidak mudah menyimpulkan bahwa hal yang sama telah terjadi pada anaknya begitu mendengar keluhan anaknya.

Sudah menjadi tabiat anak-anak ketika mendapat gemblengan gurunya ia akan mengeluh. Padahal gemblengan yang diterima masih bersifat umum dan dialami semua anak lainnya. Jika anak-anak lainnya, terutama kakak kelasnya tetap bertahan, tentu gembelengan tersebut masih dalam batas kewajaran.

Mehmed (nama kecil Muhammad Al-Fatih), anak dari raja, hidup dalam kemewahan. Sebagai anak raja, tentu ia tidak akan mengalami pahitnya kehidupan. Guru-gurunya akan berpikir ulang untuk memukul atau menyakitinya. Meskipun sebenarnya itu adalah hak mereka untuk menempanya, tetap saja ada kesungkanan dan rasa hormat. Bagaimanapun, anak kecil ini akan besar dan menjadi raja mereka.

Ayah Mehmed, Sultan Murad II, mengirim Mehmed kepada seorang guru yang bernama Syaikh Aaq Syamsudin. Ayahnya berpesan bahwa sang guru boleh memukul Mehmed. Ketika Mehmed dipukul oleh Syaikh Aaq Syamsudin, Mehmed marah dan berkata akan melaporkannya kepada ayahnya. Sang Syaikh dengan santai berkata, “Panggil ayahmu. Mana Sultan?”.

Atas didikan Syaikh Samsuddin, Mehmed menjadi hebat dan merupakan salah satu sultan yang fenomenal dalam sejarah manusia. Ia memiliki gelar Muhammad Al-Fatih karena menaklukkan Konstatinopel. Ia juga merupakan pemimpin yang terkenal sangat adil. Ia memperlakukan dengan baik tahanan yang telah ia taklukkan.

Keadilan Muhammad Al-Fatih didapatkan dari pelajaran yang diberikan oleh Syaikh Samsudin. Suatu hari ia bertanya kepada Syaikh Samsudin kenapa syaikh pernah memukulnya pada saat ia tidak melakukan kesalahan sama sekali. Syaikh Samsudin menjawab, “Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Di mana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu nak, bahwa pukulan kedzaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaran untukmu di hari ketika kamu menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakatmu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman.”

Kesulitan hidup berupa soal dan penugasan yang diberikan para guru pada dasarnya adalah gemblengan untuk menjadi lebih kuat dan pintar. Murid-murid yang tidak ingin merasakan beratnya tempaan biasanya akan menghindar dari gurunya. Mereka menghindari mendapat tugas-tugas yang melelahkan.

Murid yang memiliki tekad yang kuat untuk meraih ilmu akan merasa senang jika mendapat penugasan dari gurunya. Ia akan berkhidmat (memberikan pelayanan) kepada gurunya dan tidak ingin jauh-jauh dari gurunya. Ia menunggu-nunggu munculnya perintah dari gurunya.

Sosok pribadi yang menjadi murid terbaik Nabi Muhammad SAW adalah Abu Hurairah. Ia sengaja tinggal di masjid Nabawi (ahlu sufah) agar bisa selalu dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Ia berusaha selalu menyertai Nabi Muhamad SAW kemana pun Beliau melangkah. Abu Hurairah menjadi murid yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi.

Semua manusia akan mengalami masalah. Masalah dibutuhkan agar menjadi lebih dewasa dan siap menghadapi beratnya gelombang kehidupan. Bayangkan betapa kacaunya dunia jika diatur sekelompok orang-orang yang bertubuh dewasa namun berpikir dan bermental seperti anak-anak.

Allah SWT memberikan masalah agar manusia belajar memecahkan masalah. Masalah diciptakan karena Allah SWT mencintai hambaNya. Ini sesuai dengan perkataan seorang sufi yang bernama Jalaluddin Rumi yang berkata, "Aku mencintai masalah, karena aku tahu yang memberi masalah juga mencintaiku. "

Wallahu a'lam bishshowab.

1 komentar

  1. Allahu Akbar ustadz benar-benar mencambuk telinga anak manja yg malas belajar Jazakumullah Khoiron katsiro

    BalasHapus
Translate