UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Keteguhan Relawan Bencana Merapi


Kang Ombo menggunakan jaket hitam

Kontributor : Toni Budiarso

Kisah yang akan saya sampaikan adalah tentang sahabat yang lama saya tidak berjumpa. Namanya Ambar Cahyono Madi teman sewaktu SD dulu. Tapi kadang orang suka memanggilnya kang Ombo. Orangnya unik tapi ramah dan baik hati. Suka menolong sesama tidak pake hitung-hitungan. Badannya tidak terlalu tinggi tapi kekar karena beliau juga penggiat panjat tebing. Bahkan sejak SMA sudah memproduksi alat panjat tebing yang dijual di sekolahan dan kampus-kampus sekitar Jogja.

Sedari kecil sudah hidup sulit secara ekonomi. Setiap hari membawa snack ketela pedas manis ke sekolah untuk dititipkan di kantin. Pernah ketika masih tersisa tiga bungkus langsung disedekahkan semuanya kepadaku.

Ayahnya seorang guru sekolah dasar tahun 80-an. Sebagai seorang guru yang memiliki penghasilan pas-pasan, beliau harus menghidupi seorang istri dan lima orang anaknya. Kang Ombo yang merupakan anak tertua terpaksa harus memutar otak usaha membantu perekonomian orangtuanya. Dari usaha jual ikan hias, produksi snack ketela pedas manis, dan banyak usaha lainnya.

Saya sempat terhenti berinteraksi dengan kang Ombo semenjak kami lulus dari SD Baciro di daerah Gondokusuman Kota Jogja. Sampai puluhan tahun tak bersua. Akhirnya kami berjumpa di udara lewat grup whatsapp alumni SD. Kang Ambar menuangkan kisah hidupnya sendiri dalam AMUK(Ambar Muk Crito Ora Arep umUK dalam bahasa Indonesia : Ambar hanya bercerita tidak ingin menyombongkan diri).

Saya mencoba mengangkat sebagian saja dari sekian banyak kisah beliau yang mengandung kepahlawanan, kesetiaan, dan pengorbanan. Bismillah mudah-mudahan bisa kita petik bersama-sama kisah nyata beliau yang insipiratif. Dengan sedikit saya sisipkan tambahan hasil chat kami disertai foto dari grup WA.

***

Pada tanggal 26 Oktober 2010 pada sore hari, gunung Merapi erupsi dahsyat. Sore itu kang Ombo sedang menambal ban motornya di bengkel. Beliau mendengar dari Radio Mbah Maridjan juru kunci gunung Merapi tewas tersapu awan panas. Beliau segera mengatur strategi sebaik mungkin untuk mengamankan anak istri dan pekerjaannya. Semalaman ia sulit memejamkan mata karena merancang skenario terbaik untuk esok hari.

Akhirnya beliau putuskan untuk bergabung dalam suatu gerakan sosial di Merapi. Anak istri terlebih dahulu diungsikan ke rumah mertua. Di kantor cabang Klaten beliau berkoordinasi dengan tim CSR pabrik susu tempat beliau bekerja. Beliau membuat kartu pengenal relawan erupsi Merapi, agar nanti mobilisasinya lebih lancar.

Sore kang Ombo bergerak dari kantor pusat di Jogja mengantar sekardus besar berisi bantuan ke barak pengungsian Hargobinangun, Pakem. Semua barikade pengamanan wilayah dengan mudah diterabasnya karena membawa kardus besar berlabel bantuan resmi dari pabrik susu serta mengenakan kartu pengenal.

Posko dari pabrik susu tempat kang Ambar bekerja berkolaborasi dengan tim SAR PKPU. Saling melengkapi, tim kang Ambar menyediakan materialnya dan tim SAR PKPU bagian sumber daya manusianya.

Tapi dasar kang Ombo, yang tidak ingin merepotkan siapapun. Beliau menyediakan akomodasinya sendiri tanpa dukungan pihak posko pabrik susu maupun SAR PKPU. Tugas beliau menutrisi bayi-bayi dan ibu-ibu hamil-menyusui yang tinggal di barak pengungsian.

Setiap hari mulai hari itu, rotasi kehidupannya berubah. Sepulang kerja beliau langsung ke posko yang berada di atas untuk giliran SAR jaga malam. Ba’da shubuh pulang ke rumah membantu pekerjaan rumahnya. Setelah itu baru berangkat kerja ke pabrik lagi. Sorenya balik lagi ke atas ke posko lagi. Tak ada keluhan uang bensin, lelah atau lainnya. Indah, komentarnya.

Sepekan setelah erupsi pertama yang menewaskan Mbah Kung(nama panggilan para pendaki untuk almarhum Mbah Maridjan, seorang kakek tokoh penunggu gunung Merapi), di malam hari yang gelap, tiba-tiba terjadi gempa bumi disusul dentuman singkat. Berikutnya hujan pasir dan kerikil hangat. Semua penghuni barak lari tunggang-langgang. Saling berebutan menaiki semua armada yang ada. Semua sudah penuh sesak. Manusia ditumpuk-tumpuk selayaknya karung beras. Anak-anak dilemparkan begitu saja ke truk seperti memuat batu saja. Panik massal !!!

Truk-truk penuh penumpang bermandikan debu menyesakkan pernafasan. Tidak peduli apakah penumpangnya sudah dalam posisi aman atau belum, ditambah banyaknya warga yang bergelantungan di sisi kanan kiri bak, truk bergegas turun. Sopir juga mengalami kepanikan sehingga langsung tancap gas saja.

Di tengah hujan abu-pasir-kerikil. Setelah kang Ambar memastikan tidak ada lagi yang tertinggal. Beliau bergegas menuju ambulans PKPU yang telah penuh sesak warga. Suasana alam gelap gulita tanpa ada bintang atau bulan. Jalanan bagai terowongan yang panjang berliku-liku.

Bersama dua rekan relawan PKPU mereka berada di atap ambulans. Berkerudung sarung untuk menahan deraan debu vulkanik yang memerihkan mata. Belum lagi reranting bambu dan pepohonan yang menjuntai ke bawah karena beban debu yang menempel menghantam tubuh mereka bertiga.

Para pengungsi diturunkan di barak Umbulharjo kecamatan Pakem. Kang Ombo dan kru ambulans PKPU semua selamat. Beliau pikir bisa menghabiskan sisa malam di sana. Namun belum sempat bersih-bersih badan. Tiba-tiba … Komandan ambulans PKPU berteriak lantang, ” Berkumpul !!! Bismillah kita ke atas lagi !!! ... Ini jihad kita !!! ... Jangan takut !!! ... Kuatkan tekad !!! ... Allah bersama kita !!! ... ALLAHU AKBAR !!! ...”

Suara yang membakar semangat itu menjadi energi instant bagi para relawan kru dua ambulans PKPU untuk bergegas ke atas lagi. Tanpa memperdulikan Merapi yang masih mengamuk. Kang Ambar bertanya kepada komandan ambulans apa yang sedang terjadi.

Komandan menjawab, ”Pak Ambar, masih banyak orang-orang tua dan orang-orang sakit yang tidak mau tinggal di barak pengungsian. Mereka lebih memilih menetap di rumahnya masing-masing. Sanak saudaranya sudah tinggal di barak. Saat terjadi kepanikan tadi. Masih banyak dari mereka yang masih belum terevakuasi. Ini daftar nama-nama orangnya beserta usia dan alamatnya lengkap.”

Kang Ombo terharu bercampur kagum. Orang-orang yang bisa dibilang gila karena tidak takut mati ini adalah orang-orang yang berhati mulia. Maka beliau putuskan untuk kembali naik ke atas bersama tim PKPU lainnya menantang maut yang setiap saat datang menjemput.


Kang Ombo menggunakan helm


Beberapa waktu kemudian setelah erupsi Merapi mereda. Kang Ombo kembali berkiprah membantu relawan untuk mengevakuasi mayat-mayat yang gosong atau terkelupas kulitnya di sekitaran lokasi bencana.

Musibah menimpa kang Ombo. Ketika kakinya berpijak pada batang-batang kayu dan bambu basah yang diletakkan di atas tanah material panas agar aman saat mendekati jenazah. Kakinya terperosok ke tanah yg masih membara sedalam mata kaki. Tetapi kang Ombo fokus ke jenazah yang ia bawa.

Beliau baru sadar saat sampai di mobil evakuator. Baru terasa kakinya terasa panas dan bengkak menghitam. Kulit di tumitnya terkelupas. Saya melihat foto saat kang Ombo diwawancarai kru tv Spanyol. Wajahnya meringis karena berusaha menahan sakit di kakinya yang terbakar.

Evakuasi terus berlanjut, kang Ombo menyembunyikan lukanya agar tetap diperbolehkan bergabung membantu relawan lain mengevakuasi mayat-mayat korban erupsi. Kang Ombo bukan hanya sekedar relawan. Ia relawan sejati yang tak akan mundur meskipun ia mempunyai seribu alasan untuk melakukannya.

2 komentar

  1. Terus berkarya mas dhoni

    BalasHapus
  2. Barakallahu fikkum buat mas Dhoni dan mbak Tami semoga lembarnasihat.com bisa jadi amal jariyah semuanya

    BalasHapus
Translate