UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Mewujudkan Umat Terbaik dengan Saling Menasehati

   


Jalan kehidupan bisa berubah karena nasehat. Seperti kehidupan seseorang yang diceritakan anak penulis kepada penulis. Ia memiliki teman yang mempunyai banyak saudara. Di sisi lain, ibu temannya tersebut harus membesarkan dirinya dan saudara-saudaranya seorang diri. Karena kasihan melihat ibunya yang kesusahan mencari nafkah, ia mengatakan akan berhenti sekolah dan akan mencari pekerjaan saja. 

Ia pun pergi merantau keluar dari kampungnya. Ternyata kehidupan yang harus dijalaninya begitu berat. Mencari pekerjaan tidak semudah membalik telapak tangan. Jangankan mengirim uang untuk ibunya, untuk makan dirinya pun sulit. Akhirnya ia melakukan pekerjaan haram dengan menjual narkoba. 

Kehidupannya mulai berubah setelah ia bertemu pembeli narkoba yang merasa kasihan dengan kehidupannya. Pembeli tersebut menasehatinya agar mau masuk ke pesantren dan memulai kembali hidupnya. Meskipun ia pecandu narkoba, ia tidak tega melihat anak seusia SMP harus menjalani kehidupan yang keras dan masa depan yang tidak jelas. 

Pembeli narkoba mengajaknya ke pesantren agar tertarik masuk ke sana. Anak tersebut menolak dengan alasan tidak nyaman dengan suasana pesantren. Pembeli narkoba tidak putus asa, ia terus menasehati dan memberikan semangat. Ia mengajaknya ke pesantren yang lain. Akhirnya ia mau masuk pesantren yang ia rasakan nyaman. Hatinya terpaut dengan keramahan ustadz yang mengasuh pesantren. 

Kini pembeli narkoba tersebut telah tiada. Ia tidak akan melupakan pembeli narkoba yang telah memberikan nasehat sehingga hidupnya berubah. Apa jadinya jika ia saat itu tidak keluar dari jaringan pengedar narkoba? Ia selalu mendoakannya untuk membalas jasanya. 

Budaya memberi nasehat dapat menciptakan masyarakat yang beradab. Penyakit-penyakit masyarakat akan bisa dihilangkan jika masyarakat memiliki budaya untuk saling menasehati. Karakter masyarakat yang memiliki kepedulian seperti ini akan menciptakan umat terbaik. Allah SWT berfirman:

"Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (QS. Ali Imron ayat 110)"

Penyakit masyarakat, jika dibiarkan, akan menular dan menjangkiti anggota masyarakat yang lain. Mereka yang melakukan kerusakan akan meneruskan perbuatannya karena tidak ada yang mencegahnya. Jika perbuatan tersebut telah menjangkiti mayoritas masyarakat, akan sangat sulit mengobatinya. Seperti kanter stadium empat yang telah menyebar ke seluruh tubuh.

Bagaikan bara api, jika masih kecil mudah untuk dimatikan. Namun, jika bara tersebut telah menimbulkan jilatan api yang menjelma menjadi kobaran api, dibutuhkan usaha yang keras untuk memadamkannya. Menegur satu orang tentu lebih ringan daripada menegur seratus orang.     

Seseorang yang melihat kemungkaran, akan ditanya sikapnya terhadap kemungkaran tersebut di hari pengadilan. Salah satu alasan yang dapat digunakan sebagai pembelaan adalah dengan memberi nasehat. Melihat kemungkaran tanpa ada usaha mencegah sama sekali akan menjadi tuntutan di akhirat. 

Kisah Bani Israil yang melanggar larangan bekerja pada hari sabtu merupakan contoh yang nyata. Allah SWT menguji mereka dengan banyaknya ikan yang bermunculan justru di hari sabtu. Di hari ahad sampai dengan hari jumat ikan-ikan tersebut tidak terlihat.

Banyaknya ikan yang menggoda untuk ditangkap, membuat beberapa orang melanggar larangan hari sabtu. Bani Israil pun terpecah dua bagian menyikapi perbuatan mereka yang melanggar hari sabtu. Sebagian berusaha menasehati dan mengingatkan. Sebagian lagi diam saja dan tidak memberikan nasehat.

Mereka yang tidak mau memberi nasehat bahkan mempertanyakan sikap mereka yang memberi nasehat. Ucapan mereka dimuat di dalam Al-Quran:

"Dan (ingatlah) ketika suatu umat di antara mereka berkata: "Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah akan membinasakan mereka atau mengazab mereka dengan azab yang amat keras?" Mereka menjawab: "Agar kami mempunyai alasan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu, dan supaya mereka bertakwa. (QS. Al-A'raf 164) "

Mereka yang menasehati tidak ingin mendapat tuntutan di hadapan Allah SWT jika mereka berdiam diri melihat kemungkaran. Selain itu mereka masih memiliki harapan bahwa bisa jadi nasehat yang mereka berikan bisa menghentikan perbuatan tersebut. 

Kisah bani Israil di atas menjadi isyarat  bahwa memberikan nasehat harus terus dilakukan meskipun tampaknya orang yang dinasehati tidak mau berubah. Pembiaran kemungkaran akan menyebabkan pelakunya tidak malu-malu melakukannya secara terbuka. Ini yang akan menjadi awal tersebarnya kemungkaran. Selain itu, manusia tidak boleh putus asa dalam memberi nasehat karena Allah SWT yang memegang hati manusia.

Seandainya pembeli narkoba dalam cerita di atas berputus asa ketika penjual narkoba menolaknya, mungkin jalan ceritanya akan berbeda. Syukurlah ia tidak berputus asa dan terus mencoba mencari pesantren lain yang mungkin lebih pas buatnya. 

Salah satu hambatan seseorang dalam memberikan nasehat adalah adanya perasaan bahwa dirinya masih kotor sehingga tidak pantas memberikan nasehat. Ini adalah bisikan setan yang berusaha agar kemungkaran terus merajalela. Padahal kalimat yang digunakan di dalam Al-Quran adalah “tawashou” yang artinya saling memberikan nasehat.

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling memberikan nasehat supaya menaati kebenaran dan saling memberikan nasehat supaya menetapi kesabaran. (QS. Al-Ashr ayat 1-3)"

Arti dari kata "saling memberi" adalah adanya proses timbal balik. Sebagaimana hadits yang menganjurkan saling memberikan hadiah, adakalanya seseorang memberi hadiah, namun pada saat yang lain ia juga membutuhkan hadiah. Seorang petani yang memiliki buah dan sayuran yang melimpah bisa memberikan hasil panennya kepada nelayan. Di sisi lain petani akan bahagia jika mendapatkan ikan dari nelayan hasil melaut.

Perintah untuk saling memberikan nasehat menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan nasehat. Tidak usah sungkan memberikan nasihat meskipun kondisi diri sebenarnya juga membutuhkan nasehat. Jika memberikan nasihat menunggu diri bersih dari dosa lebih dahulu, tentu tidak akan ada yang berani memberikan nasehatnya.

Seorang pencuri di dalam penjara pernah memberikan nasehat kepada sesama penghuni penjara. Pencuri tersebut mengenalinya sebagai ulama besar. Ia mengatakan kepadanya bahwa sebagai orang yang berilmu dan sholeh, ia harus mampu bersabar menghadapi ujian fitnah yang dideritanya. Sang pencuri tidak merasa sungkan memberikan nasehat meskipun ia tahu dirinya hanyalah seorang pencuri sedangkan beliau adalah ulama besar yang hafal sejuta hadits. 

Nasehat pencuri tersebut memberikan pengaruh kepada dunia Islam. Efek dari nasehatnya, sang ulama bertahan. Ulama tersebut adalah Imam Ahmad bin hanbal. Imam Ahmad mengatakan bahwa nasehat terbaik yang pernah ia terima adalah nasehat pencuri tersebut. Seandainya beliau tidak bertahan, mungkin ajaran mu’tazilah akan merajalela. Mungkin dunia Islam tidak akan mengenal madzhab Hambali karena pendirinya tidak sanggup menahan siksaan penguasa mu’tazilah.

Meskipun seseorang memiliki keilmuan dan ketakwaan yang luar biasa, bisa jadi ia terlupa sehingga membutuhkan nasehat untuk mengingatkannya. Apalagi jika ia sedang mengalami guncangan hidup. Tekanan psikologis yang luar biasa seperti sedih, ketakutan, atau marah bisa membuat seseorang tidak mampu menggunakan akal pikirannya. 

Kondisi ini pernah dialami oleh Umar bin Khatab yang sangat terguncang saat Nabi Muhammad SAW wafat. Hampir saja beliau melakukan perbuatan khilaf jika tidak dinasehati oleh Abu Bakar Ashshidiq. Abu Bakar membacakan ayat Al-Quran surah Ali Imron ayat 144. 

Mendengar ayat tersebut, Umar bin Khatab langsung merasa lemas sehingga terjatuh. Ia menyadari kesalahannya dan mengatakan seakan-akan ia baru mendengar ayat tersebut. Padahal Umar bin Khatab adalah penghafal Al-Quran, dan ia sangat sering membaca ayat tersebut. Namun, guncangan yang ia rasakan karena kematian Nabi Muhammad, membuatnya lupa dengan ayat tersebut.  

 Wallahu a’lam bishshowab.

Posting Komentar

Translate