UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Maha Pemberi Rezeki (Bagian ke-2)

    


Seorang guru melihat muridnya menangis. “Kamu kenapa?” Murid menjawab,”Aku dikasih uang jajan sama Mama tiga ribu, tapi hilang.” Karena kasihan, ia membuka dompetnya. “Sudah nggak usah nangis, ini ustadzah kasih lima ribu.” Setelah menerima uang, tangisan murid semakin keras. “Kok masih nangis Nak?” Murid menjawab, ”Sebab kalau tadi uangnya nggak hilang, uangku jadinya delapan ribu.”

Manusia sering tidak bersyukur atas rezeki yang ia terima. Padahal Allah SWT, Ar Razzaq (Maha Pemberi Rezeki), telah menyatakan di dalam Al Quran:
“Dan ingatlah, tatkala Tuhanmu mengumumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim ayat 7)"

Hilangnya rasa syukur bisa disebabkan karena suka memandang rezeki orang lain yang lebih banyak. Sudah punya motor, tapi tidak bersyukur karena melihat orang lain memiliki mobil. Padahal masih banyak orang yang harus berjalan kaki dan menaiki kendaraan umum. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Pandanglah orang yang berada di bawahmu (dalam masalah harta dan dunia) dan janganlah engkau pandang orang yang berada di atasmu. Dengan demikian, hal itu akan membuatmu tidak meremehkan nikmat Allah padamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)"

Seseorang yang mendapat hadiah, kemudian menunjukkan rasa tidak suka, sesungguhnya telah menyakiti hati pemberi hadiah. Suami akan senang jika membelikan baju untuk istrinya, kemudian istrinya suka. Tentu suami berkeinginan untuk membelikan hadiah lain untuk istrinya. Namun bagaimana jika istri menerima dengan wajah kecewa dan berkata bajunya warnanya jelek, modelnya ketinggalan zaman, harganya terlalu mahal?

Rezeki yang manusia terima, semua berasal dari Allah SWT. Jika atas pemberian orang yang dihormati saja manusia mengucapkan terimakasih, sungguh sangat ingkar jika tidak mengucapkan alhamdulillah atas pemberian dari Allah SWT.

Nabi yang diberikan kerajaan yang mewah adalah nabi Sulaiman (King Solomon). Nabi Muhammad SAW menceritakan bahwa tidak ada kerajaan sampai hari kiamat yang bisa mengalahkan kekayaan kerajaan nabi Sulaiman. Nabi Sulaiman memiliki tentara manusia, binatang, dan jin. Dengan teknologi dan kemampuan yang dimiliki jin, mudah bagi mereka untuk mencari emas permata di dalam bumi dan mengambil mutiara di dasar laut. Tidak heran film-film Hollywood sering mengangkat tema pencarian harta nabi Sulaiman.

Salah satu sifat yang istimewa dari Nabi Sulaiman adalah bersyukur. Al Quran mengabadikan doa yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman di dalam surah An Naml:
“…Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh”. (Q.S. An Naml ayat 19)"

Rezeki yang Allah SWT berikan bukan hanya harta. Sebagian manusia terlalu fokus kepada harta, sehingga melupakan nikmat lainnya. Ada pepatah uang bisa membeli kasur yang empuk, makanan yang nikmat, dan hadiah yang mahal. Tetapi uang tidak bisa membeli rasa kantuk, lapar dan cinta. Tidur nyenyak, selera makan tinggi, anggota keluarga saling mencintai, tetangga yang baik, dan lingkungan kerja yang akrab adalah nikmat yang harus disyukuri.

Harta yang banyak bukan jaminan bahagia. Contohnya keluarga Onassis. Mereka memiliki banyak kapal pesiar dan pesawat jet untuk berpergian. Tunggangan anak-anak mereka adalah kuda-kuda Arab yang gagah. Alexander Onnasis sejak umur sembilan tahun sering kebut-kebutan dengan menggunakan speed dan sering menghancurkannya. Bahkan baju untuk boneka mainannya pun dirancang oleh Dior, perancang model internasional. Keluarga ini juga memiliki pulau pribadi.

Kaya raya, tetapi keluarga Onassis hancur. Selingkuh, depresi, cerai berkali-kali, aborsi, ketergantungan obat hingga bunuh diri menimpa mereka. Satu-satunya ahli waris yang tersisa tidak mau mengambil harta warisan dan hidup menjadi manusia biasa karena merasa kekayaan itu adalah kutukan yang menghancurkan keluarganya.

Lalu harta yang seperti apa yang memberikan kebahagiaan? Harta yang memberikan kebahagian adalah harta yang diberkahi oleh Allah SWT. Harta yang berkah, akan memberikan kebahagiaan walaupun jumlahnya sedikit. Pernahkah membeli barang yang harganya murah, tetapi memuaskan? Tidak mudah rusak, banyak manfaatnya, dan orang-orang memuji kualitasnya. Itu adalah indikasi barang tersebut memiliki keberkahan karena didapatkan secara halal dan telah dikeluarkan hak-hak orang miskin di dalamnya (dibayar zakatnya).

Harta yang sedikit tetapi diberkahi akan memberikan rasa cukup. Sedangkan harta yang tidak berkah, walaupun banyak akan terasa kurang bagi pemiliknya. Standar kaya menurut Nabi Muhammad SAW ada dalam hadits:
“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya adalah hati yang selalu merasa cukup.” (HR. Bukhari)"

Dalam bahasa Arab, berkah atau barokah artinya adalah berkembang dan bertambah. Harta yang berkah akan mencukupi pemiliknya. Tingkat kekayaan seseorang pada hakikatnya lebih ditentukan oleh tingkat keberkahan harta, bukan seberapa banyak jumlah hartanya. Tidak heran ada orang-orang miskin yang mampu berinfak, sebaliknya ada juga orang-orang kaya yang tidak sanggup berinfak.

Makanan yang berasal dari harta yang berkah bukan hanya memberikan kecukupan, tetapi juga membuat orang yang memakannya menjadi sehat. Suatu ketika Imam Syafi’i, pendiri dari Madzhab Syafi’i, menginap di rumah Imam Ahmad. Putri Imam Ahmad memperhatikan perilaku Imam Syafi’i yang merupakan guru dari ayahnya. Salah satu yang membuat putri Imam Ahmad bertanya kepada ayahnya adalah mengapa Imam Syafi’i makan banyak. Padahal karakter seseorang yang zuhud dan alim seperti beliau seharusnya hanya makan secukupnya saja sesuai perintah Allah SWT untuk tidak berlebih-lebihan dalam makanan.

Imam Ahmad menanyakan hal tersebut kepada Imam Syafi’i agar putrinya mendengar alasan beliau. Imam Syafi’i berkata, “Aku makan banyak karena aku tahu makananmu dari yang halal, dan engkau adalah orang yang dermawan, sedangkan makanan orang yang dermawan adalah obat dan makanan orang pelit adalah penyakit, maka aku makan bukanlah untuk kenyang, tapi untuk berobat dengan perantara makananmu itu.”

Makanan halal juga berpengaruh terhadap doa. Hadits nabi Muhammad SAW, yang diriwayatkan Abu Hurairah di dalam kitab hadits Imam Muslim:
“… Rasulullah SAW menyebutkan seseorang yang lama bepergian; rambutnya kusut, berdebu, dan menengadahkan kedua tangannya ke langit, lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, wahai Rabbku.’ Padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia dikenyangkan dari yang haram, bagaimana mungkin doanya bisa terkabul.” (HR. Muslim)"

Seseorang yang berdoa di hadits tersebut sedang melakukan perjalanan (musafir). Sebagaimana diketahui dari hadits yang lain, musafir doanya mustajab seperti halnya orang yang sedang berpuasa atau orang yang sedang dizhalimi. Namun status musafir tetap tidak mampu membuat doa terkabul jika musafir tersebut sering makan makanan yang haram.

Harta yang berkah akan membuat ringan untuk beribadah. Membaca Al Quran terasa nikmat, mudah bangun di malam hari untuk sholat tahajud, gampang tersentuh untuk membantu orang lain. Jika terdapat barang yang menyusahkan hidup, menimbulkan perkelahian, dan menghalangi beribadah, mungkin perlu diteliti kembali. Adakah harta orang lain yang harus dikembalikan/diganti atau hak orang miskin yang belum disampaikan.

Bagi orang yang sudah merasakan keberkahan harta, dia tidak akan berani memasukkan satu rupiahpun yang bukan miliknya tercampur ke dalam hartanya. Jadi, masih memilih mencari harta yang banyak, atau harta yang berkah?

Wallahu a’lam bisshowab.

Posting Komentar

Translate