UXGwYckfCgmqHszQE5iamiTBKMiIQBNym46UNkvU
Lembar Nasihat

Rubah Duniamu dengan Senyummu

 


Hari itu adalah hari yang cukup menegangkan bagi anak bungsu penulis. Ia menjalani ujian seleksi untuk mendapat beasiswa dari Yayasan Sulaimaniyah. Baginya, seleksi ini sangat penting karena kelima kakaknya telah berhasil mendapat beasiswa di lembaga tersebut. Bahkan tiga kakaknya sudah mendapat full beasiswa belajar di Turki dari lembaga yang sama setelah menyelesaikan hafalan Al-Quran mereka.  Sebagai anak bungsu, ia tidak mau gagal dan dianggap "anak istimewa" oleh kakak-kakaknya. 

Ujian dapat dilakukan secara offline dan online. Untuk kemudahan dan menghemat biaya, pilihan yang diambil adalah secara online. Hal yang diujikan antara lain kualitas bacaan Al-Quran dan tes IQ. Saat ujian ia tidak boleh ditemani, dan orangtua harus berada di ruangan lain. 

Selesai ujian, penulis melihat kertas yang berisi tulisan "senyum" dan simbol senyum di mejanya. "Ini apa?" tanya penulis. Ternyata karena ujian dan wawancara ini cukup menegangkan, ia menaruh tulisan “senyum” di belakang HPnya. Ia khawatir karena tegang, ia akan lupa tersenyum saat wawancara. Tulisan tersebut merupakan pengingat agar ia tetap tersenyum, sesulit apapun soal yang ditanyakan. 

Senyum memang merupakan kunci mudahnya segala urusan. Ia seperti tiket yang dapat digunakan untuk melewati semua rintangan dan halangan. Hati seseorang bisa luluh jika mendapat hadiah senyuman. Senyum merupakan mata uang yang selalu laku di belahan mana pun di dunia.

Penulis pernah menghadapi Wajib Pajak yang ingin komplain atas pemblokiran rekening bank yang menurutnya tidak adil. Penulis bersiap-siap untuk memberi penjelasan terkait aturan yang berlaku. Saat menyambutnya, penulis berusaha memberikan senyuman yang hangat untuk mencairkan suasana. Ternyata penjelasan aturan yang sudah dipersiapkan tidak diperlukan lagi. Pada dasarnya ia sudah tahu risiko yang akan diterima jika menunda kewajiban membayar pajak. Ia hanya membutuhkan senyuman untuk meredam emosinya. 

Pepatah mengatakan, "Barangsiapa yang tidak bisa tersenyum, tidak usah membuka toko." Di dunia bisnis, tehnik tersenyum diajarkan secara khusus bagi para customer service. Bagaimana toko akan laris jika pelayannya bermuka masam? Kecuali toko tersebut mau banting harga atau tidak ada toko yang menjual barang yang sama di sekitarnya. 

Terkadang memberikan senyuman bisa lebih berarti daripada memberikan barang. Ada orang yang lebih membutuhkan senyuman daripada mendapatkan barang. Secara jasmani, kebutuhannya telah terpenuhi. Namun, hatinya dalam keadaan galau dan membutuhkan dukungan secara psikologis. 

Nabi Muhammad SAW bersabda: 

"Senyummu di hadapan saudaramu adalah sedekah (HR. Tirmidzi)"

Di saat hidup semakin sulit, maka bersedekah senyum adalah hal yang sangat dibutuhkan. Banyak yang kehilangan senyuman karena resesi ekonomi, pandemi atau bencana lainnya yaang telah merenggut orang yang dikasihinya. Senyum merupakan ekspresi bahwa segalanya dapat dihadapi dengan baik. Di saat cobaan datang, seseorang yang tetap berdiri tegak dan tetap tersenyum, akan mengirimkan isyarat kepada orang-orang lain bahwa musibah ini biasa saja. Ini akan dapat mereka lewati dengan mudah.

Sedekah dalam bentuk senyum adalah sesuatu yang ringan. Namun, efek yang ditimbulkannya bisa sangat dahsyat bagi penerimanya. Ia bisa memberikan motivasi dan penguat semangat penerimanya. Nabi Muhammad SAW menganjurkan tidak meremehkan hal-hal yang kecil dalam kebaikan. 

"Janganlah engkau meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun hanya dengan bertemu dengan saudaramu dengan wajah yang berseri (HR. Muslim)"

Senyum bisa membahagiakan orang yang dicintai. Itulah sebabnya orang tua selalu berusaha tersenyum di hadapan anak-anaknya walaupun sesulit apapun hidupnya. Begitu juga dengan anak yang pergi merantau. Ketika mudik ke rumah orang tuanya, mereka selalu tersenyum untuk membahagiakan orang tua mereka. Meskipun kehidupan mereka di rantau penuh duka dan derita.

Nabi Muhammad SAW adalah orang yang senang membahagiakan orang lain. Aisyah menceritakan tentang Nabi Muhammad SAW dengan kalimat: 

 "Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak senyumannya selain Rasulullah. (HR. At-Tirmidzi)"

Di saat menyambut tamu dengan suka cita, biasanya tuan rumah mengatakan ahlan wa sahlan. Ahlan artinya adalah anggota keluarga. Maksudnya adalah, tamu tersebut dianggap bagian dari keluarga. Sahlan artinya adalah mudah. Maksudnya adalah, setelah dianggap menjadi keluarga, semua urusan menjadi mudah. Tamu dipersilahkan meminta bantuan apapun karena urusannya akan dipermudah.

Sebenarnya kalimat ahlan wa sahlan bisa diwakili dengan senyuman lebar dan mata berbinar. Saat seseorang tersenyum dalam menyambut tamunya, pada dasarnya ia sedang menyampaikan kalimat ahlan wa sahlan secara non verbal. Walaupun mulutnya secara verbal mengucapkan ahlan wa sahlan, tetapi jika wajahnya tidak tersenyum, pesan yang lebih kuat diterima adalah kedatangannya tidak pada saat yang tepat. 

Begitu dahsyatnya efek senyum membuat muncul pepatah "Biarkan senyum Anda mengubah dunia. Jangan biarkan dunia mengubah senyum Anda". Dunia bisa berubah jika semua manusianya terbiasa tersenyum. Seluruh konflik dapat diselesaikan dengan mudah karena hati tidak dalam keadaan panas. Senyum akan menjadi jembatan komunikasi antara hati meskipun mulut tidak berbicara.

Mata yang melotot mengekspresikan kalimat “Awas kamu!”, “Kurang ajar!”, dan “Berani kamu lawan saya?”. Sedangkan bibir yang tersenyum mengekspresikan “Terimakasih”, “Saya minta maaf”, dan “ Saya sayang kamu”. Meskipun ada juga wajah yang menggunakan gaya bahasa majas ironi. Bibirnya tersenyum tetapi matanya menunjuknya maksud yang sebaliknya. Ia tersenyum untuk memberikan hinaan.

Banyak sebab yang membuat orang sulit untuk tersenyum. Di antaranya adalah perasaan takut dianggap sok akrab atau sok ramah. Namun, bukankah jika tidak mau tersenyum juga ada risiko yang bisa ditimbulkan. Tidak tersenyum bisa menimbulkan anggapan sok keren atau  sombong. Jika tersenyum atau tidak tersenyum sama-sama bisa menimbulkan salah tafsir, tentu tersenyum lebih baik karena prosentase disukainya lebih besar.

Ada juga yang jarang tersenyum karena memang tidak terbiasa tersenyum. Biasanya orang ini besar di lingkungan orang yang jarang senyum. Ibu dan bapaknya lupa untuk sering memberikan hadiah senyuman kepadanya di saat kecil. Padahal senyum adalah make up terbaik untuk wajah. Meskipun berkumis tebal, bermata lebar, dan memiliki alis model samurai, jika tersenyum, wajah akan terlihat manis.

Ada yang tidak mau senyum lebih dahulu karena merasa gengsi. Menurutnya orang lain yang harus memberikan senyum lebih dahulu, baru ia mau membalasnya. Seseorang yang memiliki perasaan tawadhu (rendah hati), tentu mudah untuk lebih dahulu melemparkan senyum. 

Jika diqiyaskan dengan salam, memberi senyuman lebih dahulu, tentu  nilainya lebih utama daripada membalas senyum. Di dalam banyak hadits diterangkan bahwa orang yang mengucapkan salam lebih dahulu lebih utama dari pada orang yang membalas salam. Nabi Muhammad SAW bersabda: 

"Dua orang yang berjalan, jika keduanya bertemu, maka yang lebih dulu memulai mengucapkan salam itulah yang lebih utama.(HR Bukhari)"

Jarang tersenyum bukan disebabkan karena otot-otot pipi yang keras. Jarang senyum lebih disebabkan oleh kondisi hati. Hati yang keras dan tidak ingin menyenangkan orang lainlah yang membuat membuat pipi menjadi kaku dan sulit untuk tersenyum. 

Bagaimana kalau nanti ada lawan jenis yang salah faham ketika mendapat senyuman? Bagaimana jika nanti ia mengira bahwa pemberi senyum sedang jatuh hati kepadanya? Dalam hal ini beberapa ulama memberikan batasan dalam kondisi tertentu. Batasan itu dilakukan jika dikhawatirkan senyuman tersebut akan menimbulkan fitnah dan membuat penerima senyuman menjadi salah faham.

Untuk lawan jenis, senyuman singkat sudah cukup untuk menunjukkan kesopanan. Tentu dapat dikira-kira porsi yang tepat agar tidak menimbulkan salah penafsiran. Kombinasi lama menatap, kedipan mata, dan gesture tubuh memang berisiko mengirimkan pesan menggoda. Jangan sampai niatnya murah senyum, jadinya dianggap senyum murahan.

Bagaimana dengan orang yang melakukan maksiat? Perlu sikap yang bijak terkait senyum kepada orang yang berbuat maksiat. Jika ia tidak mengetahui kesalahannya, maka perlu diberitahu kesalahannya dengan senyuman. Namun, jika ia sengaja melakukan maksiat meskipun sudah mengetahuinya, maka ia harus ditegur dengan tidak diberikan senyuman.

Wallahu a’lam bishshowab.

Posting Komentar

Translate